Sabtu, 31 Maret 2018

Hukum Adat Keluarga Minangkabau


POSISI DAN PERANAN BAPAK
SEBAGAI KEPALA KELUARGA DALAM
MASYARAKAT HUKUM ADAT MINANGKABAU
Oleh : Ervina Mardiani[1]
Landasan pokok adat budaya Minangkabau “adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah”, bermakna ada landasan budaya yang kuat, bersendi kepada agama (syara’). Maka, dalam diri orang Minang menyatu kedua nilai hakiki, adat dan syarak. Setiap orang Minang dituntut memahami dan mengamalkan nilai-nilaibudaya Minangkabau tersebut dengan mentaati ajaran-ajaran agama Islam.
Pengamalan secara utuh dari adat, agama dan undang-undang,berpengaruh terhadap tatanan sosial. Tanpa ketiganya, kekacauan, keserakahan, kekerasan dan kejahatan dengan mudah akan tumbuh subur di tengah-tengah masyarakat. Seorang Minangkabau mesti beradat, berbudi dan beragama Islam. Ketika konsep adat budaya Minangkabau yang religius ini diamalkan dengan sesungguhnya, maka “ranah Minang” adalah nagari aman, damai, sejahtera lahir dan batin.
Minangkabau masa dahulu bisa dikatakan sangat teratur. Masuknya agama Islam ke ranah Minangkabau, tatanan adat istiadat disempurnakan dengan ajaran agama melalui penyesuaian-penyesuaian. Hal-hal yang bertentangan dengan Islam, dihapus dan tidak berlaku lagi. Dari sini lahir ” adaik manurun agamo mandaki ” dan “syarak mangato, adaik mamakaikan“.
Secara fisik, ungkapan itu adalah adat berasal dari daerah daratan, kemudian menyebar ke kawasan pesisir. Sementara agama berasal dari pesisir dan dikembangkan kedaratan dan pedalaman Minangkabau. Secara esensial, bahwa masyarakat Minangkabau rela menerima peran adat yang selalu menurun dan berkurang, sementara agama kian hari semakin dominan. Karena itu, berlaku kaidah ”adaik dipakai baru, kain dipakai usang”, satu kearifan adanya penjagaan nilai-nilai disetiap pergantian zaman dan musim.
Dalam masyarakat  Indonesia ada struktur kemasyarakatan :
1.      Berdasarkan Matrilinial, yaitu melalui garis keturunan Ibu, seperti di Minangkabau.
2.      Berdasarkan Patrilinial, yaitu melalui garis keturunan Ayah,  seperti di Tapanuli, Sumatera Utara, atau Batak.
3.      Berdasarkan Parental, yaitu yaitu melalui garis keturunan ayah dan ibu (kedua-duanya), seperti di Jawa.
A.    Memposisikan Peranan Bapak, Kepala Keluarga Dalam  Masyarakat Adat  Minangkabau 
Bapak atau ayah dalam masyarakat hukum adat Minangkabau, adalah ayah dari  anak-anak yang dilahirkan oleh ibu yang diikat dengan satu perkawinan dalam ikatan ”rumah tangga”, artinya ayah biologis. Anak akan bernasab kepada ayah. Anak-anak yang lahir dari perkawinan dalam ikatan rumah tangga itu menurut hukum adat Minangkabau mengikuti garis keturunan Ibu mereka (matrilinial), karena masyarakat Minangkabau mengikuti sistem matrilinial, maka anak-anak bersuku (clan) kepada ibu.
Dalam tatanan global, suasana kebudayaan lebih didominasi oleh sistem patriaki Setiap keluarga Minangkabau (ayah, ibu dan anak-anak mereka) kini, hidup dalam Rumah sendiri masing­-masing. Keluarga atau rumah tangga Minangkabau sekarang, sama saja dengan keluarga di Batak ataupun di Jawa, hidup dalam rumah masing-masing secara mandiri.
Keluarga Minangkabau dengan garis keturunan matrilinial dan di Batak dengan garis keturunan patrilinial, atau Jawa dengan parental, kini, ke1uarga (ayah, ibu dan anak-anak mereka) itu, hidup otonom.
1.      Dalam adat Minangkabau ayah tidak hanya berperan sebagai ayah biologis, tapi juga sebagai ayah sosial. Kaum lelaki menjadi mamak dari kemenakannya, yakni anak-anak dari saudara perempuannya, disamping jadi ayah dari anak-anaknya.
2.      Sebagai mamak ia berkewajiban memperhatikan dan menjaga kemenakan  dan sebagai ayah dari anak-anaknya. Dia wajib melindungi keduanya, sesuai fatwa adat anak di pangku kamanakan di bimbiang.
3.      Peran kaum lelaki menjadi berat. Tidak jarang, timbul pertentangan (paradoks) didalam menetapkan prioritasnya.
4.   Laki-laki Minangkabau harus berperan sebagai ayah terhadap anak sejak berusia dini, dan teguh memperhatikan kemenakannya. Peranan laki-laki Minangkabau sebagai Bapak (ayah) dari anak-anak mereka adalah sebagai Kepala Keluarga. Fakta menunjukkan, bahwa pelaksanaan ajaran agama sudah menjadi lebih dominan daripada ketentuan adat. Bila ditilik menurut agama Islam, tanggung jawab mendidik anak itu berada di tangan orang tua. Hal ini sangat sesuai dengan ajaran syarak atau agama Islam. Harta pencaharian, baik harta pencaharian dari ayah ataupun dari ibu, kesemuanya dinikmati secara bersama-sama. Peranan ayah, sebagai kepala keluarga, baik di Minangkabau, di Batak ataupun di Jawa, ketiga-tiganya saat sekarang sama saja, sebagai Kepala Keluarga, yang mengayomi istri dan anak-anaknya.
5.      Laki-laki Minangkabau berperan sebagai Mamak. Dalam hal tertentu, seperti masalah perkawinan kemenakan mereka, tetap memerlukan  izin dari mamak mereka.
6.   Mamak dari anak-anak mereka hidup terpisah. Mamak hidup dalam rumah tangganya  tersendiri, bersama istri dan anak-anaknya. sendiri. Anak-anak mengikuti perintah mamak menurut garis keturunan Ibu mereka. Dalam tata cara adat Minangkabau jika anak-anak tersebut kelak akan melaksanakan perkawinan, lebih dahulu harus mendapat persetujuan dari mamak mereka dari garis keturunan ibu mereka dalam adat istiadat. Yang disebut mamak dari anak-anak adalah saudara laki-laki dari ibu mereka, bukan saudara laki-laki dari garis keturunan ayah mereka. Anak (yang menjadi kemenakan dari mamaknya) menurunkan gelar dari mamak sebagai sako dari suku mereka.Disini terlihat keistimewaan turunan Minangkabau sekarang. Untuk menempatkan sistim matrilineal dalam tatanan global tidak mungkin merubah substansinya, karena sudah merupakan identitas Minangkabau.
7.      Mamak mereka tetap mengawasi harta Pusako Tinggi, sesuai dengan sistem matrilineal. Ketika anak-anaknya telah berusia cukup, dia wajib memperhatikan kemenakannya dalam memberikan arahan atau bahkan mencarikan jodoh bagi kemenakannya. “Anak dipangku kemenakan dibimbing”, memperlihatkan dua peran dari laki-laki Minang yaitu sebagai ayah dan sebagai mamak. Masalah dalam pemeranan peran ganda laki-laki Minang, adalah faktor keterbatasan ekonomi. Satu solusinya adalah marantau untuk mengatasi keterbatasan ekonomi tersebut.
B.     Peran perempuan menurut agama dan adat.
Agama Islam dan adat Minangkabau tidak melarang perempuan berperan diluar lingkungan domestik. Perannya itu tidak boleh meninggalkan peran-peran esensi melahirkan dan mendidik anak sebagai ibu rumah tangga. Allah SWT telah menciptakan dan menyediakan semua keperluan kita. Allah SWT memberi pula alat dan daya untuk mendukung usaha hidup kita dengan hak dan kewajiban. Kaum lelaki bukan diktator. Maka, tanggung jawab lelaki sebagai suami (semenda dan mamak) menurut Al Quran sangat berat, الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ = Lelaki adalah pemimpin bagi kaum perempuan … (QS. an-Nisa’:34).
Perannya tidak boleh merendahkan harkat dan martabat wanita Minang yang hidup dalam ajaran agama Islam.
1.      Sistem matrilineal dapat menjadi sebuah tataran konseptual bagi kebudayaan di luar Minangkabau, khususnya kebudayaan kontemporer yang menyatakan persoalan gender. Gender didominasi oleh ideologi liberalis dan kapitalis.
2.      Mekanisme kontrol, check and balance, dalam matrilineal di Minangkabau terdapat dalam bentuk sistem, bukan lembaga seperti yang ada dalam negara atau pemerintahan.
3.      Di era modernisasi dan perkembangan zaman/globalisasi yang secara konsep adat Minangkabau pada prinsipnya dapat tetap dipertahankan keberadaannya. Walaupun akan terjadi perubahan, bukannya terhadap hal-hal yang terkait esensi. Artinya kita tidak boleh menutup mata terhadap perubahan tersebut.
4.      Dengan telah terjadinya pergeseran sistem nilai pada pola matrilineal Minangkabau, pada satu sisi menimbulkan kegelisahan di kalangan penentu adat, ninik mamak, cadiak pandai, dan kaum perempuan, anak kemenakan seperti: tidak berperannya mamak dalam keluarga kaumnya. Akibat terjadinya perubahan fungsi dan kedudukan perempuan dan laki-laki dalam sistem matrilineal, akan berpengaruh pula terhadap perubahan struktur keluarga.
5.      Mekanisme dan penerapan sistem matrilineal pada hakekatnya hanyalah merupakan persoalan perkauman, hubungan ninik mamak dengan kemenakan, hubungan sumando-manyumando.
C.    Bapak sebagai Kepala Keluarga dalam masyarakat hukum adat Minangkabau, berperan sebagai Kepala Keluarga yakni Kepala Rumah Tangga, sebagai pembina dan pengayom isteri dan anak-anak mereka.
Laki-laki Minangkabau berperan ganda. Sebagai Bapak dan Mamak. Dalam posisi sebagai Mamak, berperan da1am hukum adat Minangkabau sebagaimana telah berlaku selama ini, khususnya dalam memelihara, mengatur Harta Pusako Tinggi, yang masih tetap berlaku di dalam Masyarakat hukum adat Minangkabau.
Sistem Matrilineal di Minangkabau di era modern sesuai perkembangan zaman secara konsep dan prinsip dapat dipertahankan keberadaannya. Walaupun terjadi perubahan, bukan terhadap hal-hal yang terkait esensi. Perubahan tetap ada. Pengamatan menyatakan, telah terjadi pergeseran sistem nilai pada pola matrilineal Minangkabau, dalam fakta mengarah kepada patriarki.
Keadaan ini, satu sisi menimbulkan kegelisahan di kalangan penentu adat, ninik mamak, cadiak pandai, dan kaum perempuan, anak kemenakan seperti: tidak berperannya lagi mamak dalam keluarga kaumnya.Terjadinya perubahan fungsi ini dan pergeseran kedudukan perempuan dan laki-laki dalam sistem matrilineal, tentu sangat berpengaruh pula terhadap perubahan struktur keluarga.
Karena itu, peran orang tua sangat menentukan di dalam memberikan uswah dan laku perangai yang mencerminkan  watak, sifat fisik, kognitif, emosi, sosial dan rohani dengan kesalehan sosial dalam masyarakat adat di Minangkabau. Perlu dilakukan berapa tindakan, antara lain ;
A.    Penguatan Ikatan Keluarga Minangkabau sebagai sistem
a.       Keluarga harus dilihat sebagai suatu sistem yang tidak terpisah satu sama lain, dan harus dapat memahami keberadaan anggota keluarga lainnya.
b.      Adanya kecintaan di antara sesama anggota keluarga sehingga lahir sikap dalam membela kepentingan keluarga yang lainnya, sahino samalu, seiya sakata.
c.       Adanya kebersamaan dalam memenuhi kebutuhan dan masalah yang muncul dalam keluarga, sehingga terwujud kebahagiaan keluarga.
B.     Penguatan struktur dan fungsi keluarga
a.       Fungsi Pengasuhan
1.      Ayah sebagai kepala keluarga, bila tidak ada ayah, ibu yang berperan sebagai kepala keluarga.
2.      Kesepakatan pengasuhan anak, sebagai kekuatan adat Minangkabau “anak di pangku kamanakan di bimbiang” terlaksana dalam hubungan pengasuhan modern.
3.      Sikap dan tindakan orang tua dalam pembentukan pola perilaku generasi ( melindungi, memberikan kebebasan, mengembangkan cita dan keinginan anak turunan, menyayangi anak dan kemauan mendengar keluhan generasi), akan melahirkan kebersamaan mengatasi masalah antar generasi Minangkabau.
b.      Fungsi Sosialisasi
1.      Membangun komunikasi yang efektif seharusnya  terjadi dalam keluarga, sehingga terjadi pemberian peran dan tanggung jawab pengayoman dari  mamak kepada kemenakan secara turun temurun.
2.      Penghargaan terhadap sesuatu yang bernilai kepada anak dan kemenakan dalam membangun kerja sama dan keakraban sesama anak dan kemenakan.
3.      Pemeliharaan rasa saling mengasihi/menghormati dalam keluarga oleh setiap orang tua Minangkabau menunjukkan sikap keteladanan dalam keluarga.
c.       Fungsi Kasih Sayang
1.      Kewajiban ayah dan ibu memberikan kasih sayang kepada anaknya.
2.      Kepedulian terhadap pemenuhan kebutuhan keluarga dan kebutuhan anak
3.       Perhatian terhadap anggota keluarga pada saat-saat khusus dan saat mengalami kesedihan, tibo di baiek baimbauan, tibo di buruak ba ambauan
d.      Fungsi Ekonomi
1.      Ada tanggung jawab mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga.
2.      Ada keharusan berperan bersama dalam keluarga sehingga kebutuhan sehari-hari terpenuhi.
3.      Ayah bunda berperan menjadi tulang punggung penghidupan atau penghasilan bagi keluarga.
C.     Pengembangan Komunikasi antara Keluarga
1.      Menjaga hubungan atau interaksi antara keluarga,  barek  sapikua ringan sejinjing.
2.      Menjaga kebersamaan keluarga dalam melaksanakan ibadah keluarga serta dalam mengatasi masalah.
3.      Menjaga kesediaan mendengarkan keluhan dan mendorong kemauan anggota keluarga ke arah yang positif sebagai mengawali komunikasi antar keluarga.
Persaudaraan tidak mungkin dapat tumbuh dengan penolakan hak-hak individu rakyat banyak. Ketamakan serta penindasan akan mempertajamMpermusuhan antar kelompok masyarakat. Maka, generasi Minangkabau yang juga adalah seorang muslim yang baik sudah semestinya mengamalkan akhlak karimah yang standar secara profesional  dengan kemauan dari dalam diri. Kemudian dihayati menjadi etika sesuai yang diajarkan oleh adat Minangkabau, sebagai pengamalan adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah.



[1] Penulis adalah Mahasiswi semester VI Jurusan Perbandingan Madzhab dan Hukum Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung. Seluruh Korespondensi tentang isi makalah ini dapat dialamatkan kepada : ervinamardiani@gmail.com atau ke 081911953548


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MUSIM YANG BERCERITA

“Kita harus siap dengan kemungkinan apapun, bahkan kemungkinan terburuk sekalipun”. Kehidupan ini tidak selalu berbicara tentang...