POSISI DAN PERANAN BAPAK
SEBAGAI KEPALA KELUARGA DALAM
MASYARAKAT HUKUM ADAT MINANGKABAU
Oleh : Ervina Mardiani[1]
Landasan pokok adat budaya Minangkabau “adat basandi syarak, syarak
basandi Kitabullah”, bermakna ada landasan budaya yang kuat, bersendi
kepada agama (syara’). Maka, dalam diri orang Minang menyatu kedua nilai
hakiki, adat dan syarak. Setiap orang Minang dituntut memahami dan mengamalkan
nilai-nilaibudaya Minangkabau tersebut dengan mentaati ajaran-ajaran agama
Islam.
Pengamalan secara utuh dari adat, agama dan undang-undang,berpengaruh
terhadap tatanan sosial. Tanpa ketiganya, kekacauan, keserakahan, kekerasan dan
kejahatan dengan mudah akan tumbuh subur di tengah-tengah masyarakat. Seorang
Minangkabau mesti beradat, berbudi dan beragama Islam. Ketika konsep adat
budaya Minangkabau yang religius ini diamalkan dengan sesungguhnya, maka “ranah
Minang” adalah nagari aman, damai, sejahtera lahir dan batin.
Minangkabau masa dahulu bisa dikatakan sangat teratur. Masuknya agama Islam
ke ranah Minangkabau, tatanan adat istiadat disempurnakan dengan ajaran agama
melalui penyesuaian-penyesuaian. Hal-hal yang bertentangan dengan Islam,
dihapus dan tidak berlaku lagi. Dari sini lahir ” adaik manurun agamo
mandaki ” dan “syarak mangato, adaik mamakaikan“.
Secara fisik, ungkapan itu adalah adat berasal dari daerah daratan,
kemudian menyebar ke kawasan pesisir. Sementara agama berasal dari pesisir dan
dikembangkan kedaratan dan pedalaman Minangkabau. Secara esensial, bahwa
masyarakat Minangkabau rela menerima peran adat yang selalu menurun dan
berkurang, sementara agama kian hari semakin dominan. Karena itu, berlaku
kaidah ”adaik dipakai baru, kain dipakai usang”, satu kearifan
adanya penjagaan nilai-nilai disetiap pergantian zaman dan musim.
Dalam masyarakat Indonesia ada struktur kemasyarakatan :
1.
Berdasarkan Matrilinial, yaitu
melalui garis keturunan Ibu, seperti di Minangkabau.
2.
Berdasarkan Patrilinial, yaitu
melalui garis keturunan Ayah, seperti di Tapanuli, Sumatera Utara,
atau Batak.
3.
Berdasarkan Parental, yaitu
yaitu melalui garis keturunan ayah dan ibu (kedua-duanya), seperti di Jawa.
A. Memposisikan Peranan Bapak, Kepala Keluarga Dalam Masyarakat
Adat Minangkabau
Bapak atau ayah dalam masyarakat
hukum adat Minangkabau, adalah ayah dari anak-anak yang dilahirkan
oleh ibu yang diikat dengan satu perkawinan dalam ikatan ”rumah tangga”,
artinya ayah biologis. Anak akan bernasab kepada ayah. Anak-anak yang lahir
dari perkawinan dalam ikatan rumah tangga itu menurut hukum adat Minangkabau
mengikuti garis keturunan Ibu mereka (matrilinial), karena masyarakat
Minangkabau mengikuti sistem matrilinial, maka anak-anak bersuku (clan) kepada
ibu.
Dalam tatanan global, suasana
kebudayaan lebih didominasi oleh sistem patriaki Setiap keluarga Minangkabau
(ayah, ibu dan anak-anak mereka) kini, hidup dalam Rumah sendiri masing-masing.
Keluarga atau rumah tangga Minangkabau sekarang, sama saja dengan keluarga di
Batak ataupun di Jawa, hidup dalam rumah masing-masing secara mandiri.
Keluarga Minangkabau dengan garis
keturunan matrilinial dan di Batak dengan garis keturunan patrilinial, atau
Jawa dengan parental, kini, ke1uarga (ayah, ibu dan anak-anak mereka) itu,
hidup otonom.
1.
Dalam adat Minangkabau ayah tidak
hanya berperan sebagai ayah biologis, tapi juga sebagai ayah sosial. Kaum
lelaki menjadi mamak dari kemenakannya, yakni anak-anak dari saudara
perempuannya, disamping jadi ayah dari anak-anaknya.
2.
Sebagai mamak ia berkewajiban
memperhatikan dan menjaga kemenakan dan sebagai ayah dari
anak-anaknya. Dia wajib melindungi keduanya, sesuai fatwa adat anak di
pangku kamanakan di bimbiang.
3.
Peran kaum lelaki menjadi berat.
Tidak jarang, timbul pertentangan (paradoks) didalam menetapkan prioritasnya.
4. Laki-laki Minangkabau harus berperan
sebagai ayah terhadap anak sejak berusia dini, dan teguh memperhatikan
kemenakannya. Peranan laki-laki Minangkabau sebagai Bapak (ayah) dari
anak-anak mereka adalah sebagai Kepala Keluarga. Fakta menunjukkan, bahwa
pelaksanaan ajaran agama sudah menjadi lebih dominan daripada ketentuan adat. Bila
ditilik menurut agama Islam, tanggung jawab mendidik anak itu berada di tangan
orang tua. Hal ini sangat sesuai dengan ajaran syarak atau agama Islam. Harta
pencaharian, baik harta pencaharian dari ayah ataupun dari ibu, kesemuanya
dinikmati secara bersama-sama. Peranan ayah, sebagai kepala keluarga, baik di
Minangkabau, di Batak ataupun di Jawa, ketiga-tiganya saat sekarang sama saja,
sebagai Kepala Keluarga, yang mengayomi istri dan anak-anaknya.
5.
Laki-laki Minangkabau berperan
sebagai Mamak. Dalam hal tertentu, seperti masalah perkawinan kemenakan mereka,
tetap memerlukan izin dari mamak mereka.
6. Mamak dari anak-anak mereka hidup
terpisah. Mamak hidup dalam rumah tangganya tersendiri, bersama
istri dan anak-anaknya. sendiri. Anak-anak mengikuti perintah mamak menurut
garis keturunan Ibu mereka. Dalam tata cara adat Minangkabau jika anak-anak
tersebut kelak akan melaksanakan perkawinan, lebih dahulu harus mendapat
persetujuan dari mamak mereka dari garis keturunan ibu mereka dalam adat
istiadat. Yang disebut mamak dari anak-anak adalah saudara laki-laki dari ibu
mereka, bukan saudara laki-laki dari garis keturunan ayah mereka. Anak (yang
menjadi kemenakan dari mamaknya) menurunkan gelar dari mamak
sebagai sako dari suku mereka.Disini terlihat keistimewaan turunan Minangkabau
sekarang. Untuk menempatkan sistim matrilineal dalam tatanan global tidak
mungkin merubah substansinya, karena sudah merupakan identitas Minangkabau.
7.
Mamak mereka tetap mengawasi harta
Pusako Tinggi, sesuai dengan sistem matrilineal. Ketika anak-anaknya telah
berusia cukup, dia wajib memperhatikan kemenakannya dalam memberikan arahan
atau bahkan mencarikan jodoh bagi kemenakannya. “Anak dipangku kemenakan
dibimbing”, memperlihatkan dua peran dari laki-laki Minang yaitu sebagai
ayah dan sebagai mamak. Masalah dalam pemeranan peran ganda laki-laki Minang,
adalah faktor keterbatasan ekonomi. Satu solusinya adalah
marantau untuk mengatasi keterbatasan ekonomi tersebut.
B.
Peran
perempuan menurut agama dan adat.
Agama Islam
dan adat Minangkabau tidak melarang perempuan berperan diluar lingkungan
domestik. Perannya itu tidak boleh meninggalkan peran-peran esensi melahirkan
dan mendidik anak sebagai ibu rumah tangga. Allah SWT telah menciptakan dan
menyediakan semua keperluan kita. Allah SWT memberi pula alat dan daya untuk
mendukung usaha hidup kita dengan hak dan kewajiban. Kaum lelaki bukan
diktator. Maka, tanggung jawab lelaki sebagai suami (semenda dan mamak) menurut
Al Quran sangat berat, الرِّجَالُ قَوَّامُونَ
عَلَى النِّسَاءِ = Lelaki adalah pemimpin bagi kaum perempuan … (QS.
an-Nisa’:34).
Perannya
tidak boleh merendahkan harkat dan martabat wanita Minang yang hidup dalam
ajaran agama Islam.
1.
Sistem matrilineal dapat menjadi
sebuah tataran konseptual bagi kebudayaan di luar Minangkabau, khususnya
kebudayaan kontemporer yang menyatakan persoalan gender. Gender didominasi oleh
ideologi liberalis dan kapitalis.
2.
Mekanisme kontrol, check and
balance, dalam matrilineal di Minangkabau terdapat dalam bentuk sistem, bukan
lembaga seperti yang ada dalam negara atau pemerintahan.
3.
Di era modernisasi dan perkembangan
zaman/globalisasi yang secara konsep adat Minangkabau pada prinsipnya dapat
tetap dipertahankan keberadaannya. Walaupun akan terjadi perubahan, bukannya
terhadap hal-hal yang terkait esensi. Artinya kita tidak boleh menutup mata
terhadap perubahan tersebut.
4.
Dengan telah terjadinya pergeseran
sistem nilai pada pola matrilineal Minangkabau, pada satu sisi menimbulkan
kegelisahan di kalangan penentu adat, ninik mamak, cadiak pandai, dan kaum
perempuan, anak kemenakan seperti: tidak berperannya mamak dalam keluarga
kaumnya. Akibat terjadinya perubahan fungsi dan kedudukan perempuan dan
laki-laki dalam sistem matrilineal, akan berpengaruh pula terhadap perubahan
struktur keluarga.
5.
Mekanisme dan penerapan sistem
matrilineal pada hakekatnya hanyalah merupakan persoalan perkauman, hubungan
ninik mamak dengan kemenakan, hubungan sumando-manyumando.
C. Bapak
sebagai Kepala Keluarga dalam masyarakat hukum adat Minangkabau, berperan
sebagai Kepala Keluarga yakni Kepala Rumah Tangga, sebagai pembina dan pengayom
isteri dan anak-anak mereka.
Laki-laki Minangkabau berperan ganda. Sebagai Bapak
dan Mamak. Dalam posisi sebagai Mamak, berperan da1am hukum adat Minangkabau
sebagaimana telah berlaku selama ini, khususnya dalam memelihara, mengatur
Harta Pusako Tinggi, yang masih tetap berlaku di dalam Masyarakat hukum adat
Minangkabau.
Sistem Matrilineal di Minangkabau di
era modern sesuai perkembangan zaman secara konsep dan prinsip dapat
dipertahankan keberadaannya. Walaupun terjadi perubahan, bukan terhadap hal-hal
yang terkait esensi. Perubahan tetap ada. Pengamatan menyatakan, telah terjadi
pergeseran sistem nilai pada pola matrilineal Minangkabau, dalam fakta mengarah
kepada patriarki.
Keadaan ini, satu sisi menimbulkan
kegelisahan di kalangan penentu adat, ninik mamak, cadiak pandai, dan kaum
perempuan, anak kemenakan seperti: tidak berperannya lagi mamak dalam keluarga
kaumnya.Terjadinya perubahan fungsi ini dan pergeseran kedudukan perempuan dan
laki-laki dalam sistem matrilineal, tentu sangat berpengaruh pula terhadap
perubahan struktur keluarga.
Karena itu, peran orang tua sangat
menentukan di dalam memberikan uswah dan laku perangai yang
mencerminkan watak, sifat fisik, kognitif, emosi, sosial dan rohani
dengan kesalehan sosial dalam masyarakat adat di Minangkabau. Perlu
dilakukan berapa tindakan, antara lain ;
A.
Penguatan Ikatan Keluarga
Minangkabau sebagai sistem
a.
Keluarga harus dilihat sebagai suatu
sistem yang tidak terpisah satu sama lain, dan harus dapat memahami keberadaan
anggota keluarga lainnya.
b.
Adanya kecintaan di antara sesama
anggota keluarga sehingga lahir sikap dalam membela kepentingan keluarga yang
lainnya, sahino samalu, seiya sakata.
c.
Adanya kebersamaan dalam memenuhi
kebutuhan dan masalah yang muncul dalam keluarga, sehingga terwujud kebahagiaan
keluarga.
B.
Penguatan struktur dan fungsi
keluarga
a.
Fungsi Pengasuhan
1.
Ayah sebagai kepala keluarga, bila
tidak ada ayah, ibu yang berperan sebagai kepala keluarga.
2.
Kesepakatan pengasuhan anak, sebagai
kekuatan adat Minangkabau “anak di pangku kamanakan di bimbiang”
terlaksana dalam hubungan pengasuhan modern.
3.
Sikap dan tindakan orang tua dalam
pembentukan pola perilaku generasi ( melindungi, memberikan kebebasan,
mengembangkan cita dan keinginan anak turunan, menyayangi anak dan kemauan
mendengar keluhan generasi), akan melahirkan kebersamaan mengatasi masalah
antar generasi Minangkabau.
b.
Fungsi Sosialisasi
1.
Membangun komunikasi yang efektif
seharusnya terjadi dalam keluarga, sehingga terjadi pemberian peran
dan tanggung jawab pengayoman dari mamak kepada kemenakan secara
turun temurun.
2.
Penghargaan terhadap sesuatu yang
bernilai kepada anak dan kemenakan dalam membangun kerja sama dan keakraban
sesama anak dan kemenakan.
3.
Pemeliharaan rasa saling
mengasihi/menghormati dalam keluarga oleh setiap orang tua Minangkabau
menunjukkan sikap keteladanan dalam keluarga.
c.
Fungsi Kasih Sayang
1.
Kewajiban ayah dan ibu memberikan
kasih sayang kepada anaknya.
2.
Kepedulian terhadap pemenuhan
kebutuhan keluarga dan kebutuhan anak
3.
Perhatian
terhadap anggota keluarga pada saat-saat khusus dan saat mengalami
kesedihan, tibo di baiek baimbauan, tibo di buruak ba ambauan
d.
Fungsi Ekonomi
1.
Ada tanggung jawab mencari nafkah
dan memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga.
2.
Ada keharusan berperan bersama dalam
keluarga sehingga kebutuhan sehari-hari terpenuhi.
3.
Ayah bunda berperan menjadi tulang
punggung penghidupan atau penghasilan bagi keluarga.
C.
Pengembangan Komunikasi antara
Keluarga
1.
Menjaga hubungan atau interaksi
antara keluarga, barek sapikua ringan sejinjing.
2.
Menjaga kebersamaan keluarga dalam
melaksanakan ibadah keluarga serta dalam mengatasi masalah.
3.
Menjaga kesediaan mendengarkan
keluhan dan mendorong kemauan anggota keluarga ke arah yang positif sebagai
mengawali komunikasi antar keluarga.
Persaudaraan tidak mungkin dapat tumbuh dengan penolakan hak-hak individu
rakyat banyak. Ketamakan serta penindasan akan mempertajamMpermusuhan antar
kelompok masyarakat. Maka, generasi Minangkabau yang juga adalah seorang muslim
yang baik sudah semestinya mengamalkan akhlak karimah yang standar secara
profesional dengan kemauan dari dalam
diri. Kemudian dihayati menjadi etika sesuai yang diajarkan
oleh adat Minangkabau, sebagai pengamalan adat basandi syarak, syarak
basandi Kitabullah.
[1]
Penulis adalah
Mahasiswi semester VI Jurusan Perbandingan Madzhab dan Hukum Fakultas Syari’ah
dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung. Seluruh Korespondensi tentang isi makalah ini dapat
dialamatkan kepada : ervinamardiani@gmail.com
atau ke 081911953548
Tidak ada komentar:
Posting Komentar