ANALISA
FENOMENA LGBT (LESBIAN, GAY, BISEKSUAL, DAN TRASGENDER)
OLEH
:
Ervina
Mardiani
NIM
: 1153040030
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG MASALAH
Seseorang berperilaku menyimpang apabila menurut
anggapan sebagian besar masyarakat (minimal disuatu kelompok atau komunitas
tertentu) perilaku atau tindakan tersebut diluar kebiasaan adat-istiadat,
aturan, nilai atau norma sosial yang berlaku. Meskipun secara nyata kita dapat
menyebutkan bebagai bentuk perilaku menyimpang, namun mendefinisakan arti
perilaku menyimpang itu sendiri merupakan hal yang sulit karena kesepakatan
umum tentang itu berbeda-beda di antara berbagai kelompok masyarakat.
Ada golongan orang yang menyatakan perilaku
menyimpang adalah ketika orang lain melihat perilaku itu sebagai sesuatu yang
berbeda dari kebiasaan umum. Namun, ada pula yang menyebut perilaku menyimpang
sebagai tindakan yang yang dilakukan oleh kelompok minoritas atau kelompok
tertentu yang memiliki nilai dan norma sosial yang berbeda dari kelompok sosial
yang lebih dominan.
Misalnya, Pada akhir Juni 2015 Mahkamah Agung Amrika
Serikat melegalkan pernikahan sesama jenis untuk para LGBT (Lesbian, Gay,
Biseksual, dan Transgender). Sedangkan di Indonesia LGBT tidak mendapat
legitimasi politik, walaupun pada titik tertentu sering kali menjadi obyek
politik. Tidak adanya legalitas politik menjadi alasan kuat kenapa identitas
komunitas LGBT menjadi semu, ilegal dan sekaligus membawa polemik baru di dalam
realitas pragmatis masyrakat Indonesia.
Bagi mereka (LGBT) tidak adanya pengakuan ini sangat
bertentangan dengan hak-hak dasar negara yang dijamin oleh konstitusi itu
sendiri. Apalagi jika melihat nomenklatur Hak Azazi Manusia (HAM) yang
mewajibkan setiap negara untuk menjamin hak-hak dasar warga negaranya. Menurut
deklarasi PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), hak dasar individu terdiri dari;
hak hidup, hak kebebasan, dan hak memiliki kebahagiaan. Atas dasar deklarasi
ini setiap individu berhak mendapatkan ketiga hak tersebut dan wajib dijamin
oleh negara. Hak-hak inilah yang lantas dipermasalahkan oleh komunitas LGBT di
Indonesia.
Dewasa ini, studi-studi akademis mengenai fenomena
LGBT atau Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender telah semakin ramai. Hal
tersebut dipicu oleh banyaknya fenomena pemberitaan maupun aktivitas dari
anggota LGBT sendiri. Kemudian diangkatnya wacana atau sosok LGBT dalam media
populer sehingga masyarakat semakin familiar. Hal tersebut turut meramaikan
pembahasan LGBT sekarang ini.
LGBT tidak mengenal batasan usia, jenis kelamin,
status sosial maupun pekerjaan bahkan agama. Dua tahun lalu atau tahun 2012
adalah masa dipertemukannya saya dengan isu LGBT terutama gay. Alasan
kala itu tak lain karena ingin mengetahui seperti apa dinamika permasalahan
LGBT khususnya gay secara langsung. Isu tersebut dipilih setelah mengamati
masih adanya tindakan pemberian stigma pada kalangan LGBT. Di kesempatan magang
itulah saya dipertemukan secara khusus dengan komunitas gay. Sebuah kesempatan
yang cukup mengejutkan. Sebab apa yang dibayangkan tentang gay melalui cerita
dan pandangan masyarakat sungguh berbeda. Penampilan luar mereka tidak ada beda
dengan saya. Mereka tidak kemayu rese’ menggoda seperti dalam sinetron
atau program komedi. Tidak pula memakai baju dengan warna mencolok mata. Sangat
berbeda dari gambaran gay yang kerap muncul di layar kaca.
Keberadaan kaum LGBT memang sudah tidak asing lagi
bagi masyarakat perkotaan. Tidak sedikit tempat di setiap sudut kota besar
selalu diramaikan dengan hingar bingar kehidupan malam yang serba glamour, dan
ditempat seperti itulah kaum LGBT seringkali dapat kita. Keberadaan kaum LGBT ini
di tengah-tengah masyarakat menuai kontroversi. Hal ini dikarenakan kaum LGBT
ini dianggap sebagai kaum minoritas yang memiliki penyimpangan orientasi
seksual.
Dengan
demikian maka penting dilakukan analisa apakah LGBT merupakan tindakan
penyimpangan? Analisa fenomena LGBT tersebut dalam Ilmu Kesejahteraan sosial
dapat dikaji berdasarkan teori-teori penyimpangan perilaku.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Apakah
yang dimaksud dengan LGBT?
2. Bagaimana
pandangan Islam tentang LGBT?
3. Bagaimana
Pengaruh LGBT Terhadap Sebuah Bangsa dan Masyarakat?
C.
TUJUAN
PENELITIAN
1. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan LGBT.
2. Untuk
mengetahui bagaimana pandangan Islam tentang LGBT.
3. Untuk
mengetahui bagaimana pengaruh LGBT terhadap sebuah bangsa dan masyarakat.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah LGBT
LGBT atau GLBT adalah akronim
dari "lesbian,
gay,
biseksual,
dan transgender".
Istilah ini digunakan semenjak tahun 1990-an dan menggantikan frasa
"komunitas gay karena istilah ini lebih mewakili kelompok-kelompok yang
telah disebutkan.Akronim ini dibuat dengan tujuan untuk menekankan
keanekaragaman "budaya yang
berdasarkan identitas seksualitas dan gender".Kadang-kadang istilah
LGBT digunakan untuk semua orang yang tidak heteroseksual,
bukan hanya homoseksual, biseksual,
atau transgender.
Maka dari itu, seringkali huruf Q ditambahkan agar queer dan orang-orang yang
masih mempertanyakan identitas seksual mereka juga terwakili
(contoh."LGBTQ" atau "GLBTQ", tercatat semenjak tahun
1996).Istilah LGBT sangat banyak digunakan untuk penunjukkan diri. Istilah ini
juga diterapkan oleh mayoritas komunitas dan media yang berbasis identitas
seksualitas dan gender di Amerika
Serikat dan beberapa negara
berbahasa Inggris lainnya.
Seluk-beluk LGBT memang menarik untuk dibicarakan,
terlepas dari apakah kita pro atau kontra, ada baiknya kita mengetahui dunia
LGBT saat ini karena tidak sedikit pula LGBT yang mau menikah heterogen dengan
pasangan di luar kaumnya. Bagi pasangan gay, harus ada yang berperan sebagai
perempuan dan laki-laki di antara mereka berdua, untuk gay yang berperan
sebagai perempuan disebut bottom dan yang jadi laki-laki disebut top.
Sedangkan, untuk lesbian yang berperan sebagai perempuan disebut femme
dan yang menjadi laki-laki disebut buchi.Tidak melulu seorang lesbian
hanya ingin berhubungan dengan wanita karena saat ini telah ada kasus di mana
ada buchi yang hanya mau berhubungan dengan bottom.Si
perempuan buchi itu menjadi laki-laki di kehidupan pernikahan,
sementara si laki-laki bottom menjadi perempuan di kehidupan nyata.
Di negara maju seperti Amerika dan Eropa, keberadaan
kelompok LGBT telah mendapat pengakuan dari negara.Ia tidak lagi dianggap
sebagai perilaku yang abnormal. Perilaku LGBT dipandang sama seperti perilaku
manusia lain dan itu dikategorikan sebagai hak asasi yang wajib dilindungi
negara. Lebih jauh, legalitas aktivitas mereka sudah sampai pada pengakuan
terhadap hidup bersama dalam sebuah ikatan pernikahan rumah tangga.
Derasnya kampanye, advokasi, dan propaganda
komunitas LGBT di bumi nusantara ini, salah satunya ditopang oleh pendanaan
yang besar dari UNDP (United Nations Development Programme). Satu organ badan
dunia PBB ini mengucurkan dana sebesar 8 juta dolar AS (sekitar Rp 108 miliar)
untuk empat negara yakni Indonesia, Cina, Filipina dan Thailand. Bantuan yang
dimulai Desember 2014 hingga September 2017 mendatang, bertujuan agar kaum LGBT
mengetahui hak-hak mereka dan mendapatkan akses ke pengadilan ketika melaporkan
pelanggaran HAM yang dialami. Output yang diharapkan adalah kemampuan
organisasi-organisasi LGBT semakin meningkat dalam melakukan mobilisasi dan
berkontribusi diberbagai dialog kebijakan serta aktivitas pemberdayaan
komunitas.
Tercatat sejauh ini telah ada 23 negara di dunia
yang melegalkan pernikahan sejenis. Negara-negara tersebut adalah Belanda
(1996), Belgia (2003), Spanyol dan Kanada (2005), Afrika Selatan (2006),
Norwegia dan Swedia (2009), Portugal, Islandia, dan Argentia (2010), Denmark
(2012), Brazil, Inggris dan Wales, Prancis, Selandia Baru dan Uruguay (2013),
Skotlandia (2014), Luxemburg, Finlandia, Slovenia, Irlandia, Meksiko, serta
Amerika Serikat (2015).
Terus bermunculan Di Indonesia, gerakan kaum LGBT
sudah berlangsung lama. Kemunculan mereka secara terbuka dalam bentuk
organisasi dengan nama Lambda Indonesia dilakukan pertama sekali pada 1982.
Sampai 1990-an organisasi atau asosiasi sejenis terus bermunculan.Sampai
sekarang diperkirakan 40-an organisasi LGBT telah berdiri di 33 provinsi.
Beberapa asosiasi utama LGBT yang saat ini terus aktif melakukan kampanye dan
advokasi di antaranya: Gaya
Nusantara, Arus Pelangi, Ardhanary Institute, dan GWL INA.
B. Pandangan
Islam tentang LGBT
1. Pandangan
Islam tentang LGBT
LGBT
adalah akronim
dari "lesbian,
gay,
biseksual,
dan transgender".
Istilah ini digunakan semenjak tahun 1990-an dan menggantikan frasa
"komunitas gay". Akronim ini dibuat dengan tujuan untuk menekankan
keanekaragaman "budaya yang
berdasarkan identitas seksualitas dan gender". Kadang-kadang
istilah LGBT digunakan untuk semua orang yang tidak heteroseksual,
bukan hanya homoseksual, biseksual,
atau transgender.[1] Lesbian,
Gay, Bisexual dan Transgender (LGBT) merupakan penyimpangan orientasi seksual
yang bertentangan dengan fitrah manusia, agama dan adat masyarakat Indonesia.[2]
Lesbian adalah istilah bagi perempuan yang
mengarahkan orientasi seksualnya kepada sesama perempuan, Gay adalah sebuah
istilah bagi laki-laki yang umumnya digunakan untuk merujuk orang homoseksual
atau sifat-sifat homoseksual, Biseksualitas merupakan ketertarikan romantis,
ketertarikan seksual, atau kebiasaan seksual kepada pria maupun wanita. Istilah
ini umumnya digunakan dalam konteks ketertarikan manusia untuk menunjukkan
perasaan romantis atau seksual kepada pria maupun wanita sekaligus, dan
Transgender merupakan ketidaksamaan identitas gender seseorang terhadap jenis
kelaminnya yang ditentukan, atau kelaminnya dari laki-laki menjadi perempuan.
Transgender bukan merupakan orientasi seksual.[3]
Menurut pandangan barat LGBT merupakan bagian dari
hak asasi manusia yang harus dilindungi. Dukungan kaum liberal terhadap pelaku
LGBT tidak hanya berupa wacana namun direalisasikan dengan mendirikan
organisasi persatuan, forum-forum seminar dan pembentukan yayasan dana
internasional. Bahkan beberapa negara telah melegalkan dan memfasilitasi
perkawinan sesama jenis. Salah satu lembaga penggalangan dana pendukung
perlindungan hak asasi pelaku LGBT yaitu Global Equality Fund yang diluncurkan
pada Desember 2011 oleh menteri luar negeri AS Hillary Rodham Clinton. Lembaga
ini mencakup upaya keadilan, advokasi, perlindungan dan dialog untuk menjamin
pelaku LGBT hidup bebas tanpa diskriminasi.[4]
Mazhab Islam tradisional berdasarkan ayat-ayat al-Quran dan hadis menganggap
homoseksual bertindak satu jenayah yang boleh dihukum dan merupakan dosa, dan
dipengaruhi oleh para ulama seperti Imam Malik
dan Imam Shafi. Al-Quran menyebut kisah
"orang-orang Lut" dibinasa oleh kemurkaan Tuhan
kerana mereka terlibat dalam tindakan nafsu "berahi" dalam golongan
lelaki.[5]
Dalam Islam LGBT dikenal dengan dua istilah, yaitu Liwath
(gay) dan Sihaaq (lesbian). Liwath (gay) adalah perbuatan
yang dilakukan oleh laki-laki dengan cara memasukan dzakar (penis)nya
kedalam dubur laki-laki lain. Liwath adalah suatu kata (penamaan)
yang dinisbatkan kepada kaumnya Luth ‘Alaihis salam, karena kaum Nabi
Luth ‘Alaihis salam adalah kaum yang pertama kali melakukan perbuatan ini
(Hukmu al-liwath wa al-Sihaaq, hal. 1). Allah SWT menamakan perbuatan
ini dengan perbuatan yang keji (fahisy) dan melampui batas (musrifun).
Sebagaimana Allah terangkan dalam Al-Quran Surah Al ‘Araf: 80 – 81 yang
artinya:[6]
“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada
kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu
mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh
seorangpun (di dunia ini) sebelummu. Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk
melampiaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, bahkan kamu ini
adalah kaum yang melampaui batas.” (QS. Al ‘Araf: 80 –
81).
Sedangkan Sihaaq (lesbian)
adalah hubungan cinta birahi antara sesama wanita dengan dua orang wanita saling
menggesek-gesekkan anggota tubuh (farji’)nya antara satu dengan yang
lainnya, hingga keduanya merasakan kelezatan dalam berhubungan tersebut (Sayyid
Sabiq, Fiqhu
as-Sunnah, Juz 4/hal. 51).[7]
Hukum Sihaaq (lesbian) sebagaimana dijelaskan oleh Abul Ahmad
Muhammad Al-Khidir bin Nursalim Al-Limboriy Al-Mulky (Hukmu al liwath wa al
Sihaaq, hal. 13) adalah haram berdasarkan dalil
hadits Abu Said Al-Khudriy yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim (no.
338), At-Tirmidzi (no. 2793) dan Abu Dawud (no.4018) bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkata: “Janganlah seorang laki-laki melihat aurat
laki-laki lain, dan jangan pula seorang wanita melihat aurat wanita lain. Dan
janganlah seorang laki-laki memakai satu selimut dengan laki-laki lain, dan
jangan pula seorang wanita memakai satu selimut dengan wanita lain.”
Namun, tak dapat dipungkiri bahwa
LGBT kini semakin marak, apalagi dengan datangnya angin segar dari Amerika
Serikat yang kini memperbolehkan pernikahan sesama jenis, hal ini merupakan
suatu kabar gembira bagi kaum LGBT di Amerika Serikat, meskipun tak sedikit
yang mengecam hal tersebut. Melihat apa yang terjadi di Amerika Serikat, kaum
LGBT di seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia semakin memperbesar kekuatan
untuk memperoleh hak mereka sebagai LGBT. Pertanyaannya, bagaimanakah pandangan
mengenai hal ini dalam perspektif hukum, khususnya Islam? Dalam
Pasal 22 Ayat (3)UU RI No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan
bahwa “Setiap orang bebas mempunyai, mengeluarkan, dan menyebarluaskan pendapat
sesuai hati nuraninya, secara lisan atau tulisan melalui media cetak maupun
media cetak elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan,
ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa”.
Dalam agama Islam pun seperti yang sudah jelas bahwa
Allah SWT. Tuhan Yang Maha Esa melarang keras hamba-Nya agar tidak masuk ke
dalam golongan orang–orang yang menyukai sesama jenis, seperti lesbi ataupun gay,
biseksual, dan transgender. Islam
menghendaki pernikahan antar lawan jenis, laki-laki dengan perempuan, tidak
semata untuk memenuhi hasrat biologis namun sebagai ikatan suci untuk
menciptakan ketenangan hidup dengan membentuk keluarga sakinah dan
mengembangkan keturunan umat manusia yang bemartabat.
Perkawinan sesama jenis
tidak akan pernah menghasilkan keturunan, dan mengancam kepunahan generasi
manusia. Perkawinan sesama jenis semata-mata untuk menyalurkan kepuasan nafsu
hewani. Sanksi bagi pelaku semua pelanggaran seksual tersebut adalah hukuman
mati, Rasulullah SAW bersabda:”dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Rasulullah SAW
bersabda:” Barang siapa menjumpai kalian orang yang melakukan perbuatan kaum
Luth, maka bunuhlah orang yang mengerjakan dan orang yang dikerjai”.[Hadist
Ibnu Majah No. 2561 Kitabul Hudud]. Dalam
hadits lain Rasulallah SAW bersabda:”Ibnu Abbas meriwayatkan: “Barang siapa
menjimak muhrimnya maka bunuhlah, dan barang siapa menjimak hewan maka bunuhlah
pelaku dan binatang yang dijimak”. [Hadist Ibnu Majah No. 2564 Kitabul
Hudud].[8]
Dari semua penjelasan di
atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam ajaran agama Islam, tidak ada satu
pun dalil yang membenarkan perilaku LGBT. Islam melarang keras perilaku
menyimpang lesbian, gay, biesexual, maupun transgender karena bertentangan
dengan fitrah manusia. Selain itu, Islam menentang keras hal ini karena juga
berbahaya dari sisi kesehatan dan juga demi keberlangsungan hidup manusia itu
sendiri. Dan azab Allah begitu pedih bagi seseorang yang melampaui batas. Maka
dari itu, bagi setiap penganut perilaku LGBT hendaklah mereka segera mengerti bahwa
tidak ada segala sesuatu yang Allah larang kecuali untuk kebaikan manusia itu
sendiri. Sesungghnya Allah Maha penerima Taubat. Allah Maha Pengampun, Maha
Penyayang (QS. Surah At’ Taubah: 27), maka Bertaubatlah.
2. LGBT Dalam Perspektif Hukum Positif.
Opini di media massa terkait dengan kelompok Lesbian, Gay, Biseksual, dan
Transgender (“LGBT”) terbagi menjadi dua bagian. Ada beberapa pihak mendukung
dan ada yang menolak keberadaan mereka. Bahkan banyak analisa yang menarik atas
keberadaan LGBT dari berbagai perspektif diantaranya Agama, Kedokteran, bahkan
dalam perspektif Hak Asasi Manusia; tidak sedikit atas beberapa pendapat
tersebut menimbulkan perdebatan yang mengemukakan salah satunya adalah
berbicara hak asasi manusia. Kelompok
LGBT di bawah payung “Hak Asasi Manusia” meminta masyrakat dan Negara untuk
mengakui keberadaan komunitas ini; bila kita melihat dari Konstitusi Indonesia
yakni Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 J yang menyatakan sebagai berikut :
a.
Setiap orang wajib menghormati
hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
b.
Dalam menjalankan hak
dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan
dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan
atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai
dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum
dalam suatu masyarakat demokratis.[9]
Dalam konstusi Indonesia
memandang HAM memiliki batasan, dimana batasanya adalah tidak boleh
bertentangan dengan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum;
Indonesia memang bukan Negara yang berdasarkan Agama namun Pancasila jelas
menyatakan dalam sila pertamanya “Ketuhanan Yang Maha Esa” sehingga nilai-nilai
agama menjadi penjaga sendi-sendi konstitusi dalam mewujudkan kehidupan
demokratis bangsa Indonesia.[10] Begitu juga ditegaskan pula dalam UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia Pasal 70 yang menyatakan sebagai berikut:“Dalam menjalankan
hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan oleh Undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang
adil sesuai dengan pertimbangan moral, keamanan, dan ketertiban umum dalam
suatu masyarakat demokratis”.
Dan Pasal 73 UU HAM yang menyatakan :“Hak dan kebebasan yang diatur dalam Undang-undang ini hanya dapat
dibatasi oleh dan berdasarkan undang-undang, semata-mata untuk menjamin
pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar
orang lain, kesusilaan, ketertiban umum, dan kepentingan bangsa”.Pembatasan-pembatasan HAM memungkinkan demi penghormatan kepada hak
asasi manusia oleh karenanya Negara hadir dalam melakukan batasan-batasan
tersebut untuk kepentingan bangsa.
Sebagai gambaran umum tentang hak asasi LGBT
di Indonesia, hukum nasional dalam arti luas tidak memberi dukungan bagi
kelompok LGBT walaupun homoseksualitas sendiri tidak ditetapkan sebagai tindak
pidana. Baik perkawinan maupun adopsi oleh orang LGBT tidak diperkenankan,
tidak ada undang-undang anti diskriminasi yang secara tegas berkaitan dengan
orientasi seksual atau identitas gender. Hukum indonesia hanya mengakui
keberadaan gender laki-lai dan perempuan saja, sehingga orang yang transgender
yang tidak memilih untuk menjalani operasi perubahan kelamin, dapat mengalami
masalah dalam pengurusan dokumen identitas dan hal lain yang terkait.[11]
Hak asasi manusia tidak bisa dijadikan kedok
untuk menganggu hak orang lain atau kepentingan publik. Tidak ada argument yang
relevan untuk mengahapus larangan pernikahan sesama jenis dengan dasar
pengahapusan diskriminasi. Gay dan lesbian bukanlah kodrat manusia melainkan
penyakit sehingga tidak relevan mempertahankan kemauan mereka yakni legalisasi
pernikahan sesama jenis atas dasar persamaan.
Persamaan diberlakukan dalam hal pelayanan
terhadap orang yang berbeda suku, warna kulit, dan hal lain yang diterima di
masyarakat. Gay dan lesbian perlu diobati agar normal kembali sehingga tidak
merusak masyarakat dan oleh karenanya kewajiban negara untuk mengobati mereka
bukan melestarikannya.
Hak untuk menikah dan berkeluarga bukan
ditujukan untuk menjustifikasi pernikahan sesama jenis. Hukum perkawinan kita
mendefinisikan perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana
diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
C.
Pengaruh LGBT Terhadap
Sebuah Bangsa dan Masyarakat.
Pro dan kontra terus mengemuka dengan pelbagai
argumennya yang tentu sama-sama diklaim valid. Merujuk pada penelitian PEW
research center, negara-negara yang religius memang memiliki toleransi yang
minimal terhadap perilaku LGBT.Semakin religius sebuah negara, semakin besar
kecenderungan penolakannya atas LGBT. Indonesia, dalam riset tersebut,
dikategorikan sebagai salah satu negara yang memiliki tingkat religiusitas
tinggi, sehingga wajar saja nuansa penolakannya jauh lebih besar dibanding
negara-negara yang dikategorikan kurang religious semisal Kanada, Spanyol,
Jerman dan UK.
Akan tetapi, dengan nuansa debat berbasis moral dan
religi tanpa basis data yang ajeg, pihak yang berdebat pun pada gilirannya
memiliki definisi kebenaran dan kepatutan yang berbeda yang hampir mustahil
bertemu sapa. Bagaimana pengaruh dari sikap pro LGBT sebuah negara terhadap
pertumbuhan ekonominya? Dilihat dari beragam variabel dalam sebuah survey ada
tiga variabel yang paling relevan, diantaranya adalah: dukungan figur publik
(baik politikus maupun artis),dukungan pemerintah dan dukungan pemuka agama.
Model yang dibangun didasarkan pada teori
pertumbuhan ekonomi klasik, di mana ekonomi dapat tumbuh dengan dengan bantuan
modal dan tenaga kerja, di mana kecenderungan LGBT yang semakin besar di sebuah
negara akan berdampak kepada kondisi kependudukan yang memburuk. Hal ini dapat
dijelaskan dari fakta terang benderang bahwa pasangan LGBT tidak dapat
menghasilkan keturunan.
Kondisi kependudukan yang memburuk tersebut pada
gilirannya akan menghambat ekonomi untuk terus tumbuh. Negara-negara besar di
Eropa seperti Jerman dan Perancis, misalnya, memiliki kecenderungan pertumbuhan
populasi yang negatif sehingga pada tahun 2060, negara-negara ini akan
kehilangan hampir setengah penduduknya karena kondisi rapid aging society.
Selanjutnya hasil bercerita bahwa persentase dukungan figur publik terhadap
LGBT yang semakin besar ternyata tidak berdampak signifikan tehadap pertumbuhan
ekonomi.
Dari sini, tersirat bahwa meski figur publik
berkoar-koar mendukung LGBT, hanya sedikit dari masyarakatnya yang betul-betul
terpengaruh sehingga efek tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi menjadi
tidak terlalu kentara.Namun jika melihat faktor pemerintah, setiap 1 persen
kenaikan kecenderungan pro LGBT, maka terjadi pelambatan pertumbuhan ekonomi
sebesar 0.1 persen. Di sini, dapat dilihat bahwa peran pemerintah selaku
pembuat kebijakan adalah cukup krusial, baik itu bersifat pro maupun kontra
terhadap LGBT. Dari sini pula, kita dapat melihat bahwa kebijakan pemerintah
yang memiliki kecenderungan pro terhadap LGBT dapat meng-constraint pertumbuhan ekonomi.
Sementara itu, pengaruh yang lebih besar didapat
dari faktor pemuka agama, yaitu setiap 1 persen kenaikan kecenderungan pemuka
agama yang pro terhadap LGBT maka pertumbuhan ekonomi akan turun sebesar 0.12
persen dengan tingkat signifikansi yang lebih besar dari dua faktor yang
disebut sebelumnya. Temuan ini tentunya menyiratkan bahwa pemuka agama adalah
gerbang terakhir penjagaan sebuah negara terhadap LGBT. Jika para pemuka agama
kontra terhadap LGBT, sebagian besar masyarakat akan taat dan kecenderungan
masyarakat yang berketurunan akan semakin banyak. Hal ini tentu pada gilirannya
akan mampu menopang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Sebaliknya, semakin
banyak pemuka agama yang pro LGBT, atau bahkan menjadi pelaku LGBT itu sendiri,
maka potensi 'hilang generasi' akan semakin besar.
1. Pengaruh
LGBT terhadap masyarakat Indonesia.
Melihat
betapa cepatnya pertumbuhan organisasi, tingginya aktivitas serta semakin
beraninya promosi yang mereka lakukan, sangatlah wajar bila disikapi secara serius. Jangan sampai
keberadaan LGBT yang oleh mayoritas masyarakat dianggap menyimpang itu,
memancing reaksi mereka untuk bersikap dengan cara mereka sendiri. Sebab
masyarakat punya logika berfikir dan cara bertindak sendiri, manakala hal-hal
yang dianggap menyimpang tidak disikapi oleh pemerintah dengan tegas.
Budaya
rasa malu yang melekat pada homoseksualitas, aktivitas homoseksual jarang
tercatat dalam sejarah Indonesia. Tidak seperti di budaya Asia lainnya seperti
India, Cina atau Jepang, erotika homoseksual dalam lukisan atau patung hampir
tidak ada dalam seni rupa Indonesia. Homoseksualitas hampir tidak pernah
direkam atau digambarkan dalam sejarah Indonesia. Sebuah pengecualian langka
adalah catatan abad ke-18 mengenai dugaan homoseksualitas Arya Purbaya, seorang
pejabat di istana Mataram, meskipun tidak jelas apakah itu benar-benar
didasarkan pada kebenaran atau sebuah rumor kejam untuk mempermalukan dirinya.
Meskipun
waria, laki-laki yang berpenampilan seperti wanita, dan pelacur, telah lama
memainkan peran mereka dalam budaya Indonesia, identitas homoseksualitas
laki-laki gay dan perempuan lesbian di Indonesia hanya diidentifikasi baru-baru
ini, terutama melalui identifikasi dengan rekan-rekan gay dan lesbian Barat
mereka, melalui film, televisi, dan media. Sebelum rezim Orde Baru Soeharto
budaya lokal Indonesia mengenai gay dan lesbi belum ada.
Pergerakan
gay dan lesbian di Indonesia adalah salah satu yang terbesar dan tertua di Asia
Tenggara. Aktivisme hak-hak gay di Indonesia dimulai sejak 1982 ketika kelompok
kepentingan hak-hak gay didirikan di Indonesia. " Lambda Indonesia"
dan organisasi serupa lainnya muncul di akhir 1980-an dan 1990-an. Saat ini,
ada beberapa kelompok utama LGBT di negara ini termasuk "Gaya
Nusantara" dan "Arus Pelangi". Sekarang ada lebih dari tiga
puluh LGBT kelompok di Indonesia.
Mayoritas
masyarakat tidak setuju pada LGBT. Namun, dari dulu masyarakat juga sudah tahu
adanya praktik LGBT, tapi tidak membuatnya heboh karena LGBT dilakukan secara
terbatas, diam-diam, tidak show off dan melakukan kampanye, serta
tidak memiliki jaringan dengan komunitas LGBT negara lain.Dengan hadirnya media
sosial berbasis internet, dunia memang terasa semakin plural dan
warna-warni.Mereka yang merasa sebagai kelompok minoritas yang terkucilkan,
kesepian dan tertindas, sangat aktif dan efektif menggunakan fasilitas media
sosial untuk memperkenalkan diri, mencari teman seideologi, dan senasib.
Wakil
Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid mengatakan bahwa fenomena LGBT, seks bebas atau
pernikahan sesama jenis sangat merisaukan seluruh warga bangsa. Fenomema
negatif tersebut dikhawatirkan membawa pengaruh buruk dan menular di kalangan
generasi muda.Para orang tua pun sangat mengkhawatirkan dampak buruk
tersebut.Hidayat pun mewanti-wanti agar seluruh elemen bangsa berhati-hati dan
meningkatkan kewaspadaan agar pengaruh buruk jangan sampai masuk ke rumah dan
merusak moral anak-anak.
Sikap Majelis Agama tetap menolak segala bentuk
propaganda, promosi, dan dukungan terhadap upaya legislasi serta
perkembangan LGBT di Indonesia. serta melarang segala bentuk dukungan dana yang
diperuntukkan bagi kampanye dan sosialisasi serta dukungan terhadap aktivitas
LGBT di Indonesia yang dilakukan oleh pihak mana pun, termasuk oleh organisasi
internasional dan perusahaan internasional.
Juga mewaspadai gerakan atau intervensi pihak mana pun dengan dalih
apapun, termasuk dalih hak asasi dan dalih demokrasi untuk mendukung LGBT.
2. Tindakan masyarakat dalam menyikapi LGBT di Indonesia
Gerakan LGBT, begitu cepat menjadi gosip nasional
berkat media sosial dan kondisi masyarakat kita yang tengah memasuki tahapan
puber demokrasi, serta gagap menghadapi gelombang modal asing serta budaya yang
menyertai.Sekarang ini masyarakat mudah sekali melontarkan hate speech lewat
media sosial, yang hanya dalam hitungan menit bisa tersebar ke ratusan ribu followers.
Orang mudah melakukan labelisasi yang berimplikasi pada terciptanya segregasi
sosial.Ketika seseorang atau kelompok sudah diberi label sesat dan menyimpang,
seakan mereka sah untuk dimusuhi atau diusir karena telah melawan agama dan
Tuhan. Dan mereka yang memusuhi kelompok kecil yang menyimpang ini seakan sudah
berada di jalan kebajikan, padahal mereka hanya berhenti pada
memusuhi, tanpa berupaya melakukan dialog dan upaya menyelesaikan problem
yang tengah dihadapi.
Sekarang ini banyak forum pelatihan parenting bagi
pasangan orangtua dan suami-isteri yang disajikan oleh para ahli.Ini penting
diikuti untuk menambah wawasan dan bertukar pengalaman dalam membesarkan
anak-anak.Karena kesibukannya, banyak orangtua yang mengalami kesulitan dan
kebingungan menghadapi anak-anaknya, karena oleh anaknya mereka sekedar
dianggap orang tua yang menyediakan fasilitas materi, tetapi bukan teman curhat
yang mengasyikkan dan terpercaya.Orangtua sekarang mesti belajar menjadi
pendengar dan teman diskusi yang baik. Semakin tambah usia anak, semakin
melebar pergaulannya, dan semakin sulit bagi orangtua untuk memahami dunia
mereka. Kecuali orangtua yang juga menjadi teman berbagi rasa dan pikiran.
Adapun negara mesti memberi perlindungan pada warga
negara yang oleh sebagian masyarakat dianggap berperilaku menyimpang,
atau mereka yang dianggap mengikuti ajaran sesat. Bagaimana pun, mereka adalah
sesama manusia dan warga negara yang berhak mendapatkan perlindungan hukum dan
rasa aman.Kalaupun LGBT dipandang sebagai kelainan, kita mesti bersimpati dan
berempati bagaimana membantu menyembuhkan. Jika LGBT sebagai pilihan sadar dan
gaya hidup karena berbagai alasan yang melatarbelakangi, maka masing-masing
pihak yang pro dan kontra mesti duduk dan bicara baik-baik bagaimana menemukan
formula solusi win-win.Sebagai warga negara kaum LGBT pantas untuk dilindungi dari tindakan
kekerasan dan sesegera mungkin untuk disembuhkan dan direhabilitasi.
Terhadap isu LGBT ini, masing-masing pihak yang
pro-kontra mesti memahami posisi dan argumen masing-masing.Andaikan pro LGBT
tetap aktif agresif melakukan kampanye, mesti siap menghadapi respons balik
dari yang kontra mengingat Indonesia bukanlah Barat.Tetapi yang pasti, tidak
bijak kalau sampai terjadi pengusiran dan tindakan fisik terhadap LGBT
sebagaimana yang menimpa kelompok minoritas yang dianggap sesat.
Bagi organisasi keagamaan, pasantren dan para juru
dakwah, keberadaan kaum LGBT ini menjadi tanda tangan dakwah
tersendiri.Bagaimana dakwah yang disampaikan tidak hanya berfungsi sebagai
penyampai pesan kebenaran, tetapi juga bisa menjadi terapi jiwa yang sarat
dengan muatan religi.Pendekatan baru dalam menyampaikan pesan Ilahi terhadap
bahaya LGBT tidak ditangkap sebagai sebaran kebencian dan hujatan yang dibalut
firman Tuhan.
Pada akhirnya, agar pro-kontra keberadaan LGBT di
bumi Khatulistiwa ini bisa diakhiri, sudah saatnya pemerintah atas nama negara
bersikap tegas. Yang perlu diingat bahwa seluruh bidang keahlian telah
memberikan pernyataan terkait LGBT ini.Begitu pula berbagai disiplin ilmu dan
teori telah digunakan untuk meneliti, mengkaji dan mengalisisnya.Semua umat
beragama bahkan menyatakan perbuatan LGBT terlarang dan haram.Jangan membiarkan
keresahan masyarakat menggumpal. Sebab, terlalu mahal ongkos yang ditanggung,
jika LGBT dibiarkan berkembang biak di negeri yang beradab dan berketuhanan
ini.
3. Perkembangan
LGBT dimancanegara.
Golongan LGBT ini menggeliat dan
kian mendapat tempat baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. Tercatat sudah
14 negara di dunia yang melegalkan pernikahan sesama jenis. Pernikahan sesama
jenis pertama kali dilegalkan di Belanda, pada 2001. Menyusul Kanada, Afrika
Selatan, Belgia, dan Spanyol. Kemudian Argentina, Denmark, Islandia, Norwegia,
Portugal, dan Swedia serta terakhir Perancis.
Mahkamah
Agung Amerika Serikat melegalkan pernikahan sejenis di seluruh Negara Bagian,
dengan demikian pernikahan sejenis dilindungi oleh undang-undang Negara.
Keputusan ini merupakan langkah besar bagi komunitas LGBT di USA dimana mereka
sudah lama sekali memperjuangkan legalitas pernikahan sejenis di seluruh
Negara.
Di Negara Israel, Negara ini memang belum melegalisasi
pernikahan sejenis karena lembaga-lembaga keagamaan di sana menentangnya. Tapi
bila ada warga yang menikah sesama jenis di luar negeri, Negara akan
mencatatkannya, untuk kepentingan administrasi kependudukan dan kepentingan
anak bila dikemudian hari pasangan ini memiliki anak. Tahun 2009 melalui
polling didapatkan bahwa 61% warga Israel menyatakan menyetujui pernikahan
sejenis, 31% menentang, dan 8% abstain. Kita juga ketahui, Israel adalah
satu-satunya negara di Timur Tengah yang memberi kebebasan bagi warganya
merayakan LGBT pride.
Negara-negara
yang menganggap LGBT sebagai kriminal tercatat baru 3 negara yaitu Russia,
Ugandan, dan Macedonia. Sisanya, sebanyak 78 negara lebih termasuk negara
negara berpenduduk Islam seperti, negara-negara Timur Tengah, Indonesia, Brunai
dan Malaysia tidak mempunyai undang-undang anti LGBT sehinggga negara-negara
tersebut bisa dianggap negara yang membolehkan LGBT, walaupun tidak melegalkan
pernikahan sesama jenis.
Seiring dengan maraknya aktifitas
kaum LGBT di negara-negara berpenduduk muslim seperti Arab Saudi, Lebanon,
Syria, Malaysia bahkan Indonesia, mereka semakin memberanikan diri untuk
menunjukan identitas. Masyarakat yang mayoritas penduduknya muslim pun digiring
kepada opini yang menganngap bahwa perilaku tersebut adalah wajar dan harus
dilindungi dari tekanan-tekanan pihak-pihak yang menolaknya.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Perkawinan bertujuan
salah satunya melestarikan umat manusia. Sangat kontras bila dibandingkan kaum
LGBT yang penyuka sesama jenis. Bila dilegalkan, LGBT akan berdampak pada timbulnya
berbagai masalah. Mulai dari menurunnya angka kelahiran karena sudah pasti
sesama jenis tak bisa menghasilkan keturunan, hingga masalah lain seperti yang
sudah disinggung di atas (keresahan masyarakat yang merasa keamanan hidupnya
terusik hingga retaknya keutuhan bangsa menjadi golongan pro dan kontra LGBT).
Dalam UU Perkawinan
Indonesia juga memperhatikan dasar agama, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa.
Menjadi salah satu alasan memperkuat pandangan hukum Islam mengenai LGBT yang
dilarang Allah SWT. Dapat disimpulkan bahwa tidak dibenarkan bila kaum LGBT
menjadi legal di Indonesia, mengingat kembali Indonesia merupakan negara hukum
dengan masyarakat yang menghargai tradisi dan agama masing-masing.
Tidakkah (apabila)
golongan LGBT yang keberadaannya semakin terang-terangan di Indonesia akan
membuat masyarakat normal merasa tak aman dan mengganggu kenyamanan? Sungguh,
sangat salah jika menggunakan tameng HAM untuk melegalkan tindakan kelompok
LGBT, apalagi sampai membawa kasus ini ke forum internasional melalui LSM yang
mendapat dukungan dana besar dari negara Barat yang menginginkan Indonesia
menganut pelegalan LGBT sebagaimana di berbagai Negara Barat.
Selain itu, dari persfektif agama pun LGBT merupakan sesuatu yang
dilarang karena tidak sesuai dengan fitrah manusia. Allah melarang keras
tindakan yang yang dikategorikan sebagai tindakan yang melampaui batas. Dalam
AL-Quran pun dijelaskan bagaimana Allah begitu melaknat perilaku kaum Nabi Luth
yang tetap bertahan dalam kekeliruan mereka hidup dengan perilaku menyimpang
dan menyalahi kodrat hingga akhirnya Allah memusnahkan mereka semua dengan cara
yang menyakitkan.
Sesungguhnya apabila Allah melarang suatu perbuatan, tidak ada
suatu alasan pun di baliknya kecuali untuk kebaikan manusia itu sendiri.
[1] Wikipedia. LGBT. 17 Februari 2016, [online] (https://id.wikipedia.org/wiki/LGBT,
diakses tanggal 19 Februari 2016, pukul 14.55 WIB)
[2] Jaelani, Ahmad. Pandangan Islam Terhadap LGBT. 13
Februari 2016, (http://hizbut-tahrir.or.id/2016/02/13/pandangan-islam-terhadap-lgbt/,
diakses tanggal 19 Februari 2016, pukul 14.38 WIB)
[3] Yudhy, “LGBT Dalam Kacamata Islam”, (http://almasoem.sch.id/lgbt-dalam-kacamata-islam/,
pada tanggal 20 Februari 2016 pukul 23.57WIB)
[4] Yudhy, “LGBT Dalam Kacamata Islam”, (http://almasoem.sch.id/lgbt-dalam-kacamata-islam/,
pada tanggal 20 Februari 2016 pukul 23.57WIB)
[5] Wikipedia. LGBT dalam Islam. 10 Ogos 2015, (https://ms.wikipedia.org/wiki/LGBT_dalam_Islam,
diakses tanggal 19 ebruari 2016, pukul 15.07 WIB)
[6] Jaelani, Ahmad. Pandangan Islam Terhadap LGBT. 13
Februari 2016, (http://hizbut-tahrir.or.id/2016/02/13/pandangan-islam-terhadap-lgbt/,
diakses tanggal 19 Februari 2016, pukul 15.11 WIB)
[7] Jaelani, Ahmad. Pandangan Islam Terhadap LGBT. 13
Februari 2016, (http://hizbut-tahrir.or.id/2016/02/13/pandangan-islam-terhadap-lgbt/,
diakses tanggal 19 Februari 2016, pukul 15.15 WIB)
[8] Yudhy, “LGBT Dalam Kacamata Islam”, (http://almasoem.sch.id/lgbt-dalam-kacamata-islam/,
pada tanggal 20 Februari 2016 pukul 23.57WIB)
[9] Sylviani Abdul Hamid, Sh.I., Mh. Lgbt Dalam Perspektif Hukum Positif. https://www.islampos.com/lgbt-dalam-perspektif-hukum-positif-25331
diakses tanggal 13 Februari 2016 pukul 06:31.
[10] http://dakwatuna.tumblr.com/post/139269918856/lgbt-dalam-perspektif-hukum-positif-dalam
diakses tanggal 13 Februari 2016 pukul 07:05.
[11]https://www.usaid.gov/sites/default/files/documents/2496/Being_LGBT_in_Asia_Indonesia_Country_Report_Bahasa_language.pdf
diakses tanggal 20 februari 2016 pukul 18:58
Tidak ada komentar:
Posting Komentar