Kamis, 01 November 2018

ANALISA FENOMENA LGBT (LESBIAN, GAY, BISEKSUAL, DAN TRASGENDER)


ANALISA FENOMENA LGBT (LESBIAN, GAY, BISEKSUAL, DAN TRASGENDER)
OLEH :
Ervina Mardiani
NIM : 1153040030

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Seseorang berperilaku menyimpang apabila menurut anggapan sebagian besar masyarakat (minimal disuatu kelompok atau komunitas tertentu) perilaku atau tindakan tersebut diluar kebiasaan adat-istiadat, aturan, nilai atau norma sosial yang berlaku. Meskipun secara nyata kita dapat menyebutkan bebagai bentuk perilaku menyimpang, namun mendefinisakan arti perilaku menyimpang itu sendiri merupakan hal yang sulit karena kesepakatan umum tentang itu berbeda-beda di antara berbagai kelompok masyarakat.
Ada golongan orang yang menyatakan perilaku menyimpang adalah ketika orang lain melihat perilaku itu sebagai sesuatu yang berbeda dari kebiasaan umum. Namun, ada pula yang menyebut perilaku menyimpang sebagai tindakan yang yang dilakukan oleh kelompok minoritas atau kelompok tertentu yang memiliki nilai dan norma sosial yang berbeda dari kelompok sosial yang lebih dominan.
Misalnya, Pada akhir Juni 2015 Mahkamah Agung Amrika Serikat melegalkan pernikahan sesama jenis untuk para LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender). Sedangkan di Indonesia LGBT tidak mendapat legitimasi politik, walaupun pada titik tertentu sering kali menjadi obyek politik. Tidak adanya legalitas politik menjadi alasan kuat kenapa identitas komunitas LGBT menjadi semu, ilegal dan sekaligus membawa polemik baru di dalam realitas pragmatis masyrakat Indonesia.
Bagi mereka (LGBT) tidak adanya pengakuan ini sangat bertentangan dengan hak-hak dasar negara yang dijamin oleh konstitusi itu sendiri. Apalagi jika melihat nomenklatur Hak Azazi Manusia (HAM) yang mewajibkan setiap negara untuk menjamin hak-hak dasar warga negaranya. Menurut deklarasi PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), hak dasar individu terdiri dari; hak hidup, hak kebebasan, dan hak memiliki kebahagiaan. Atas dasar deklarasi ini setiap individu berhak mendapatkan ketiga hak tersebut dan wajib dijamin oleh negara. Hak-hak inilah yang lantas dipermasalahkan oleh komunitas LGBT di Indonesia.
Dewasa ini, studi-studi akademis mengenai fenomena LGBT atau Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender telah semakin ramai. Hal tersebut dipicu oleh banyaknya fenomena pemberitaan maupun aktivitas dari anggota LGBT sendiri. Kemudian diangkatnya wacana atau sosok LGBT dalam media populer sehingga masyarakat semakin familiar. Hal tersebut turut meramaikan pembahasan LGBT sekarang ini.
LGBT tidak mengenal batasan usia, jenis kelamin, status sosial maupun pekerjaan bahkan agama. Dua tahun lalu atau tahun 2012 adalah masa dipertemukannya saya dengan isu LGBT terutama gay. Alasan kala itu tak lain karena ingin mengetahui seperti apa dinamika permasalahan LGBT khususnya gay secara langsung. Isu tersebut dipilih setelah mengamati masih adanya tindakan pemberian stigma pada kalangan LGBT. Di kesempatan magang itulah saya dipertemukan secara khusus dengan komunitas gay. Sebuah kesempatan yang cukup mengejutkan. Sebab apa yang dibayangkan tentang gay melalui cerita dan pandangan masyarakat sungguh berbeda. Penampilan luar mereka tidak ada beda dengan saya. Mereka tidak kemayu rese’ menggoda seperti dalam sinetron atau program komedi. Tidak pula memakai baju dengan warna mencolok mata. Sangat berbeda dari gambaran gay yang kerap muncul di layar kaca.
Keberadaan kaum LGBT memang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat perkotaan. Tidak sedikit tempat di setiap sudut kota besar selalu diramaikan dengan hingar bingar kehidupan malam yang serba glamour, dan ditempat seperti itulah kaum LGBT seringkali dapat kita. Keberadaan kaum LGBT ini di tengah-tengah masyarakat menuai kontroversi. Hal ini dikarenakan kaum LGBT ini dianggap sebagai kaum minoritas yang memiliki penyimpangan orientasi seksual.
Dengan demikian maka penting dilakukan analisa apakah LGBT merupakan tindakan penyimpangan? Analisa fenomena LGBT tersebut dalam Ilmu Kesejahteraan sosial dapat dikaji berdasarkan teori-teori penyimpangan perilaku.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah yang dimaksud dengan LGBT?
2.      Bagaimana pandangan Islam tentang LGBT?
3.      Bagaimana Pengaruh LGBT Terhadap Sebuah Bangsa dan Masyarakat?

C.    TUJUAN PENELITIAN
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan LGBT.
2.      Untuk mengetahui bagaimana pandangan Islam tentang LGBT.
3.      Untuk mengetahui bagaimana pengaruh LGBT terhadap sebuah bangsa dan masyarakat.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sejarah LGBT
LGBT atau GLBT adalah akronim dari "lesbian, gay, biseksual, dan transgender". Istilah ini digunakan semenjak tahun 1990-an dan menggantikan frasa "komunitas gay karena istilah ini lebih mewakili kelompok-kelompok yang telah disebutkan.Akronim ini dibuat dengan tujuan untuk menekankan keanekaragaman "budaya yang berdasarkan identitas seksualitas dan gender".Kadang-kadang istilah LGBT digunakan untuk semua orang yang tidak heteroseksual, bukan hanya homoseksual, biseksual, atau transgender.
Maka dari itu, seringkali huruf Q ditambahkan agar queer dan orang-orang yang masih mempertanyakan identitas seksual mereka juga terwakili (contoh."LGBTQ" atau "GLBTQ", tercatat semenjak tahun 1996).Istilah LGBT sangat banyak digunakan untuk penunjukkan diri. Istilah ini juga diterapkan oleh mayoritas komunitas dan media yang berbasis identitas seksualitas dan gender di Amerika Serikat dan beberapa negara berbahasa Inggris lainnya.
Seluk-beluk LGBT memang menarik untuk dibicarakan, terlepas dari apakah kita pro atau kontra, ada baiknya kita mengetahui dunia LGBT saat ini karena tidak sedikit pula LGBT yang mau menikah heterogen dengan pasangan di luar kaumnya. Bagi pasangan gay, harus ada yang berperan sebagai perempuan dan laki-laki di antara  mereka berdua, untuk gay yang berperan sebagai perempuan disebut bottom dan yang jadi laki-laki disebut top. Sedangkan, untuk lesbian yang berperan sebagai perempuan disebut femme dan yang menjadi laki-laki disebut buchi.Tidak melulu seorang lesbian hanya ingin berhubungan dengan wanita karena saat ini telah ada kasus di mana ada buchi yang hanya mau berhubungan dengan bottom.Si perempuan buchi itu menjadi laki-laki di kehidupan pernikahan, sementara si laki-laki bottom menjadi perempuan di kehidupan nyata.
Di negara maju seperti Amerika dan Eropa, keberadaan kelompok LGBT telah mendapat pengakuan dari negara.Ia tidak lagi dianggap sebagai perilaku yang abnormal. Perilaku LGBT dipandang sama seperti perilaku manusia lain dan itu dikategorikan sebagai hak asasi yang wajib dilindungi negara. Lebih jauh, legalitas aktivitas mereka sudah sampai pada pengakuan terhadap hidup bersama dalam sebuah ikatan pernikahan rumah tangga.
Derasnya kampanye, advokasi, dan propaganda komunitas LGBT di bumi nusantara ini, salah satunya ditopang oleh pendanaan yang besar dari UNDP (United Nations Development Programme). Satu organ badan dunia PBB ini mengucurkan dana sebesar 8 juta dolar AS (sekitar Rp 108 miliar) untuk empat negara yakni Indonesia, Cina, Filipina dan Thailand. Bantuan yang dimulai Desember 2014 hingga September 2017 mendatang, bertujuan agar kaum LGBT mengetahui hak-hak mereka dan mendapatkan akses ke pengadilan ketika melaporkan pelanggaran HAM yang dialami. Output yang diharapkan adalah kemampuan organisasi-organisasi LGBT semakin meningkat dalam melakukan mobilisasi dan berkontribusi diberbagai dialog kebijakan serta aktivitas pemberdayaan komunitas.
Tercatat sejauh ini telah ada 23 negara di dunia yang melegalkan pernikahan sejenis. Negara-negara tersebut adalah Belanda (1996), Belgia (2003), Spanyol dan Kanada (2005), Afrika Selatan (2006), Norwegia dan Swedia (2009), Portugal, Islandia, dan Argentia (2010), Denmark (2012), Brazil, Inggris dan Wales, Prancis, Selandia Baru dan Uruguay (2013), Skotlandia (2014), Luxemburg, Finlandia, Slovenia, Irlandia, Meksiko, serta Amerika Serikat (2015).
Terus bermunculan Di Indonesia, gerakan kaum LGBT sudah berlangsung lama. Kemunculan mereka secara terbuka dalam bentuk organisasi dengan nama Lambda Indonesia dilakukan pertama sekali pada 1982. Sampai 1990-an organisasi atau asosiasi sejenis terus bermunculan.Sampai sekarang diperkirakan 40-an organisasi LGBT telah berdiri di 33 provinsi. Beberapa asosiasi utama LGBT yang saat ini terus aktif melakukan kampanye dan advokasi di antaranya: Gaya Nusantara, Arus Pelangi, Ardhanary Institute, dan GWL INA.
B.     Pandangan Islam tentang LGBT
1.      Pandangan Islam tentang LGBT
LGBT adalah akronim dari "lesbian, gay, biseksual, dan transgender". Istilah ini digunakan semenjak tahun 1990-an dan menggantikan frasa "komunitas gay". Akronim ini dibuat dengan tujuan untuk menekankan keanekaragaman "budaya yang berdasarkan identitas seksualitas dan gender". Kadang-kadang istilah LGBT digunakan untuk semua orang yang tidak heteroseksual, bukan hanya homoseksual, biseksual, atau transgender.[1] Lesbian, Gay, Bisexual dan Transgender (LGBT) merupakan penyimpangan orientasi seksual yang bertentangan dengan fitrah manusia, agama dan adat masyarakat Indonesia.[2]
Lesbian adalah istilah bagi perempuan yang mengarahkan orientasi seksualnya kepada sesama perempuan, Gay adalah sebuah istilah bagi laki-laki yang umumnya digunakan untuk merujuk orang homoseksual atau sifat-sifat homoseksual, Biseksualitas merupakan ketertarikan romantis, ketertarikan seksual, atau kebiasaan seksual kepada pria maupun wanita. Istilah ini umumnya digunakan dalam konteks ketertarikan manusia untuk menunjukkan perasaan romantis atau seksual kepada pria maupun wanita sekaligus, dan Transgender merupakan ketidaksamaan identitas gender seseorang terhadap jenis kelaminnya yang ditentukan, atau kelaminnya dari laki-laki menjadi perempuan. Transgender bukan merupakan orientasi seksual.[3]
Menurut pandangan barat LGBT merupakan bagian dari hak asasi manusia yang harus dilindungi. Dukungan kaum liberal terhadap pelaku LGBT tidak hanya berupa wacana namun direalisasikan dengan mendirikan organisasi persatuan, forum-forum seminar dan pembentukan yayasan dana internasional. Bahkan beberapa negara telah melegalkan dan memfasilitasi perkawinan sesama jenis. Salah satu lembaga penggalangan dana pendukung perlindungan hak asasi pelaku LGBT yaitu Global Equality Fund yang diluncurkan pada Desember 2011 oleh menteri luar negeri AS Hillary Rodham Clinton. Lembaga ini mencakup upaya keadilan, advokasi, perlindungan dan dialog untuk menjamin pelaku LGBT hidup bebas tanpa diskriminasi.[4]
Mazhab Islam tradisional berdasarkan ayat-ayat al-Quran dan hadis menganggap homoseksual bertindak satu jenayah yang boleh dihukum dan merupakan dosa, dan dipengaruhi oleh para ulama seperti Imam Malik dan Imam Shafi. Al-Quran menyebut kisah "orang-orang Lut" dibinasa oleh kemurkaan Tuhan kerana mereka terlibat dalam tindakan nafsu "berahi" dalam golongan lelaki.[5]
Dalam Islam LGBT dikenal dengan dua istilah, yaitu Liwath (gay) dan Sihaaq (lesbian). Liwath (gay) adalah perbuatan yang dilakukan oleh laki-laki dengan cara memasukan dzakar (penis)nya kedalam dubur laki-laki lain. Liwath adalah suatu kata (penamaan) yang dinisbatkan kepada kaumnya Luth ‘Alaihis salam, karena kaum Nabi Luth ‘Alaihis salam adalah kaum yang pertama kali melakukan perbuatan ini (Hukmu al-liwath wa al-Sihaaq, hal. 1). Allah SWT menamakan perbuatan ini dengan perbuatan yang keji (fahisy) dan melampui batas (musrifun). Sebagaimana Allah terangkan dalam Al-Quran Surah Al ‘Araf: 80 – 81 yang artinya:[6]
“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu. Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melampiaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, bahkan kamu ini adalah kaum yang melampaui batas.” (QS. Al ‘Araf: 80 – 81).
Sedangkan Sihaaq (lesbian) adalah hubungan cinta birahi antara sesama wanita dengan dua orang wanita saling menggesek-gesekkan anggota tubuh (farji’)nya antara satu dengan yang lainnya, hingga keduanya merasakan kelezatan dalam berhubungan tersebut (Sayyid Sabiq, Fiqhu as-Sunnah, Juz 4/hal. 51).[7]
Hukum Sihaaq (lesbian) sebagaimana dijelaskan oleh Abul Ahmad Muhammad Al-Khidir bin Nursalim Al-Limboriy Al-Mulky (Hukmu al liwath wa al Sihaaq, hal. 13) adalah haram berdasarkan dalil hadits  Abu Said Al-Khudriy yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim (no. 338), At-Tirmidzi (no. 2793) dan Abu Dawud (no.4018) bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki lain, dan jangan pula seorang wanita melihat aurat wanita lain. Dan janganlah seorang laki-laki memakai satu selimut dengan laki-laki lain, dan jangan pula seorang wanita memakai satu selimut dengan wanita lain.”
Namun, tak dapat dipungkiri bahwa LGBT kini semakin marak, apalagi dengan datangnya angin segar dari Amerika Serikat yang kini memperbolehkan pernikahan sesama jenis, hal ini merupakan suatu kabar gembira bagi kaum LGBT di Amerika Serikat, meskipun tak sedikit yang mengecam hal tersebut. Melihat apa yang terjadi di Amerika Serikat, kaum LGBT di seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia semakin memperbesar kekuatan untuk memperoleh hak mereka sebagai LGBT. Pertanyaannya, bagaimanakah pandangan mengenai hal ini dalam perspektif hukum, khususnya Islam? Dalam Pasal 22 Ayat (3)UU RI No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa “Setiap orang bebas mempunyai, mengeluarkan, dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan atau tulisan melalui media cetak maupun media cetak elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa”.
Dalam agama Islam pun seperti yang sudah jelas bahwa Allah SWT. Tuhan Yang Maha Esa melarang keras hamba-Nya agar tidak masuk ke dalam golongan orang–orang yang menyukai sesama jenis, seperti lesbi ataupun gay, biseksual, dan transgender. Islam menghendaki pernikahan antar lawan jenis, laki-laki dengan perempuan, tidak semata untuk memenuhi hasrat biologis namun sebagai ikatan suci untuk menciptakan ketenangan hidup dengan membentuk keluarga sakinah dan mengembangkan keturunan umat manusia yang bemartabat.
Perkawinan sesama jenis tidak akan pernah menghasilkan keturunan, dan mengancam kepunahan generasi manusia. Perkawinan sesama jenis semata-mata untuk menyalurkan kepuasan nafsu hewani. Sanksi bagi pelaku semua pelanggaran seksual tersebut adalah hukuman mati, Rasulullah SAW bersabda:”dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:” Barang siapa menjumpai kalian orang yang melakukan perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah orang yang mengerjakan dan orang yang dikerjai”.[Hadist Ibnu Majah No. 2561 Kitabul Hudud].  Dalam hadits lain Rasulallah SAW bersabda:”Ibnu Abbas meriwayatkan: “Barang siapa menjimak muhrimnya maka bunuhlah, dan barang siapa menjimak hewan maka bunuhlah pelaku dan binatang yang dijimak”. [Hadist Ibnu Majah No. 2564 Kitabul Hudud].[8]
Dari semua penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam ajaran agama Islam, tidak ada satu pun dalil yang membenarkan perilaku LGBT. Islam melarang keras perilaku menyimpang lesbian, gay, biesexual, maupun transgender karena bertentangan dengan fitrah manusia. Selain itu, Islam menentang keras hal ini karena juga berbahaya dari sisi kesehatan dan juga demi keberlangsungan hidup manusia itu sendiri. Dan azab Allah begitu pedih bagi seseorang yang melampaui batas. Maka dari itu, bagi setiap penganut perilaku LGBT hendaklah mereka segera mengerti bahwa tidak ada segala sesuatu yang Allah larang kecuali untuk kebaikan manusia itu sendiri. Sesungghnya Allah Maha penerima Taubat. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang (QS. Surah At’ Taubah: 27), maka Bertaubatlah.
2.      LGBT Dalam Perspektif Hukum Positif.
Opini di media massa terkait dengan kelompok Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (“LGBT”) terbagi menjadi dua bagian. Ada beberapa pihak mendukung dan ada yang menolak keberadaan mereka. Bahkan banyak analisa yang menarik atas keberadaan LGBT dari berbagai perspektif diantaranya Agama, Kedokteran, bahkan dalam perspektif Hak Asasi Manusia; tidak sedikit atas beberapa pendapat tersebut menimbulkan perdebatan yang mengemukakan salah satunya adalah berbicara hak asasi manusia. Kelompok LGBT di bawah payung “Hak Asasi Manusia” meminta masyrakat dan Negara untuk mengakui keberadaan komunitas ini; bila kita melihat dari Konstitusi Indonesia yakni Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 J yang menyatakan sebagai berikut :
a.       Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
b.      Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.[9]
Dalam konstusi Indonesia memandang HAM memiliki batasan, dimana batasanya adalah tidak boleh bertentangan dengan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum; Indonesia memang bukan Negara yang berdasarkan Agama namun Pancasila jelas menyatakan dalam sila pertamanya “Ketuhanan Yang Maha Esa” sehingga nilai-nilai agama menjadi penjaga sendi-sendi konstitusi dalam mewujudkan kehidupan demokratis bangsa Indonesia.[10] Begitu juga ditegaskan pula dalam UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 70 yang menyatakan sebagai berikut:“Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh Undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis”.
Dan Pasal 73 UU HAM yang menyatakan :“Hak dan kebebasan yang diatur dalam Undang-undang ini hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan undang-undang, semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum, dan kepentingan bangsa”.Pembatasan-pembatasan HAM memungkinkan demi penghormatan kepada hak asasi manusia oleh karenanya Negara hadir dalam melakukan batasan-batasan tersebut untuk kepentingan bangsa.
Sebagai gambaran umum tentang hak asasi LGBT di Indonesia, hukum nasional dalam arti luas tidak memberi dukungan bagi kelompok LGBT walaupun homoseksualitas sendiri tidak ditetapkan sebagai tindak pidana. Baik perkawinan maupun adopsi oleh orang LGBT tidak diperkenankan, tidak ada undang-undang anti diskriminasi yang secara tegas berkaitan dengan orientasi seksual atau identitas gender. Hukum indonesia hanya mengakui keberadaan gender laki-lai dan perempuan saja, sehingga orang yang transgender yang tidak memilih untuk menjalani operasi perubahan kelamin, dapat mengalami masalah dalam pengurusan dokumen identitas dan hal lain yang terkait.[11]
Hak asasi manusia tidak bisa dijadikan kedok untuk menganggu hak orang lain atau kepentingan publik. Tidak ada argument yang relevan untuk mengahapus larangan pernikahan sesama jenis dengan dasar pengahapusan diskriminasi. Gay dan lesbian bukanlah kodrat manusia melainkan penyakit sehingga tidak relevan mempertahankan kemauan mereka yakni legalisasi pernikahan sesama jenis atas dasar persamaan.
Persamaan diberlakukan dalam hal pelayanan terhadap orang yang berbeda suku, warna kulit, dan hal lain yang diterima di masyarakat. Gay dan lesbian perlu diobati agar normal kembali sehingga tidak merusak masyarakat dan oleh karenanya kewajiban negara untuk mengobati mereka bukan melestarikannya.
Hak untuk menikah dan berkeluarga bukan ditujukan untuk menjustifikasi pernikahan sesama jenis. Hukum perkawinan kita mendefinisikan perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
C.     Pengaruh LGBT Terhadap Sebuah Bangsa dan Masyarakat.
Pro dan kontra terus mengemuka dengan pelbagai argumennya yang tentu sama-sama diklaim valid. Merujuk pada penelitian PEW research center, negara-negara yang religius memang memiliki toleransi yang minimal terhadap perilaku LGBT.Semakin religius sebuah negara, semakin besar kecenderungan penolakannya atas LGBT. Indonesia, dalam riset tersebut, dikategorikan sebagai salah satu negara yang memiliki tingkat religiusitas tinggi, sehingga wajar saja nuansa penolakannya jauh lebih besar dibanding negara-negara yang dikategorikan kurang religious semisal Kanada, Spanyol, Jerman dan UK.  
Akan tetapi, dengan nuansa debat berbasis moral dan religi tanpa basis data yang ajeg, pihak yang berdebat pun pada gilirannya memiliki definisi kebenaran dan kepatutan yang berbeda yang hampir mustahil bertemu sapa. Bagaimana pengaruh dari sikap pro LGBT sebuah negara terhadap pertumbuhan ekonominya? Dilihat dari beragam variabel dalam sebuah survey ada tiga variabel yang paling relevan, diantaranya adalah: dukungan figur publik (baik politikus maupun artis),dukungan pemerintah dan dukungan pemuka agama.
Model yang dibangun didasarkan pada teori pertumbuhan ekonomi klasik, di mana ekonomi dapat tumbuh dengan dengan bantuan modal dan tenaga kerja, di mana kecenderungan LGBT yang semakin besar di sebuah negara akan berdampak kepada kondisi kependudukan yang memburuk. Hal ini dapat dijelaskan dari fakta terang benderang bahwa pasangan LGBT tidak dapat menghasilkan keturunan.
Kondisi kependudukan yang memburuk tersebut pada gilirannya akan menghambat ekonomi untuk terus tumbuh. Negara-negara besar di Eropa seperti Jerman dan Perancis, misalnya, memiliki kecenderungan pertumbuhan populasi yang negatif sehingga pada tahun 2060, negara-negara ini akan kehilangan hampir setengah penduduknya karena kondisi rapid aging society. Selanjutnya hasil bercerita bahwa persentase dukungan figur publik terhadap LGBT yang semakin besar ternyata tidak berdampak signifikan tehadap pertumbuhan ekonomi.
Dari sini, tersirat bahwa meski figur publik berkoar-koar mendukung LGBT, hanya sedikit dari masyarakatnya yang betul-betul terpengaruh sehingga efek tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi menjadi tidak terlalu kentara.Namun jika melihat faktor pemerintah, setiap 1 persen kenaikan kecenderungan pro LGBT, maka terjadi pelambatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.1 persen. Di sini, dapat dilihat bahwa peran pemerintah selaku pembuat kebijakan adalah cukup krusial, baik itu bersifat pro maupun kontra terhadap LGBT. Dari sini pula, kita dapat melihat bahwa kebijakan pemerintah yang memiliki kecenderungan pro terhadap LGBT dapat meng-constraint pertumbuhan ekonomi.
Sementara itu, pengaruh yang lebih besar didapat dari faktor pemuka agama, yaitu setiap 1 persen kenaikan kecenderungan pemuka agama yang pro terhadap LGBT maka pertumbuhan ekonomi akan turun sebesar 0.12 persen dengan tingkat signifikansi yang lebih besar dari dua faktor yang disebut sebelumnya. Temuan ini tentunya menyiratkan bahwa pemuka agama adalah gerbang terakhir penjagaan sebuah negara terhadap LGBT. Jika para pemuka agama kontra terhadap LGBT, sebagian besar masyarakat akan taat dan kecenderungan masyarakat yang berketurunan akan semakin banyak. Hal ini tentu pada gilirannya akan mampu menopang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Sebaliknya, semakin banyak pemuka agama yang pro LGBT, atau bahkan menjadi pelaku LGBT itu sendiri, maka potensi 'hilang generasi' akan semakin besar.
1.      Pengaruh LGBT terhadap masyarakat Indonesia.
Melihat betapa cepatnya pertumbuhan organisasi, tingginya aktivitas serta semakin beraninya promosi yang mereka lakukan, sangatlah wajar bila  disikapi secara serius. Jangan sampai keberadaan LGBT yang oleh mayoritas masyarakat dianggap menyimpang itu, memancing reaksi mereka untuk bersikap dengan cara mereka sendiri. Sebab masyarakat punya logika berfikir dan cara bertindak sendiri, manakala hal-hal yang dianggap menyimpang tidak disikapi oleh pemerintah dengan tegas.
Budaya rasa malu yang melekat pada homoseksualitas, aktivitas homoseksual jarang tercatat dalam sejarah Indonesia. Tidak seperti di budaya Asia lainnya seperti India, Cina atau Jepang, erotika homoseksual dalam lukisan atau patung hampir tidak ada dalam seni rupa Indonesia. Homoseksualitas hampir tidak pernah direkam atau digambarkan dalam sejarah Indonesia. Sebuah pengecualian langka adalah catatan abad ke-18 mengenai dugaan homoseksualitas Arya Purbaya, seorang pejabat di istana Mataram, meskipun tidak jelas apakah itu benar-benar didasarkan pada kebenaran atau sebuah rumor kejam untuk mempermalukan dirinya.
Meskipun waria, laki-laki yang berpenampilan seperti wanita, dan pelacur, telah lama memainkan peran mereka dalam budaya Indonesia, identitas homoseksualitas laki-laki gay dan perempuan lesbian di Indonesia hanya diidentifikasi baru-baru ini, terutama melalui identifikasi dengan rekan-rekan gay dan lesbian Barat mereka, melalui film, televisi, dan media. Sebelum rezim Orde Baru Soeharto budaya lokal Indonesia mengenai gay dan lesbi belum ada.
Pergerakan gay dan lesbian di Indonesia adalah salah satu yang terbesar dan tertua di Asia Tenggara. Aktivisme hak-hak gay di Indonesia dimulai sejak 1982 ketika kelompok kepentingan hak-hak gay didirikan di Indonesia. " Lambda Indonesia" dan organisasi serupa lainnya muncul di akhir 1980-an dan 1990-an. Saat ini, ada beberapa kelompok utama LGBT di negara ini termasuk "Gaya Nusantara" dan "Arus Pelangi". Sekarang ada lebih dari tiga puluh LGBT kelompok di Indonesia.
Mayoritas masyarakat tidak setuju pada LGBT. Namun, dari dulu masyarakat juga sudah tahu adanya praktik LGBT, tapi tidak membuatnya heboh karena LGBT dilakukan secara terbatas, diam-diam, tidak show off dan melakukan kampanye, serta tidak memiliki jaringan dengan komunitas LGBT negara lain.Dengan hadirnya media sosial berbasis internet, dunia memang terasa semakin plural dan warna-warni.Mereka yang merasa sebagai kelompok minoritas yang terkucilkan, kesepian dan tertindas, sangat aktif dan efektif menggunakan fasilitas media sosial untuk memperkenalkan diri, mencari  teman seideologi, dan senasib.
Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid mengatakan bahwa fenomena LGBT, seks bebas atau pernikahan sesama jenis sangat merisaukan seluruh warga bangsa. Fenomema negatif tersebut dikhawatirkan membawa pengaruh buruk dan menular di kalangan generasi muda.Para orang tua pun sangat mengkhawatirkan dampak buruk tersebut.Hidayat pun mewanti-wanti agar seluruh elemen bangsa berhati-hati dan meningkatkan kewaspadaan agar pengaruh buruk jangan sampai masuk ke rumah dan merusak moral anak-anak.
Sikap Majelis Agama tetap menolak segala bentuk propaganda, promosi, dan dukungan terhadap upaya legislasi serta perkembangan LGBT di Indonesia. serta melarang segala bentuk dukungan dana yang diperuntukkan bagi kampanye dan sosialisasi serta dukungan terhadap aktivitas LGBT di Indonesia yang dilakukan oleh pihak mana pun, termasuk oleh organisasi internasional dan perusahaan internasional.  Juga mewaspadai gerakan atau intervensi pihak mana pun dengan dalih apapun, termasuk dalih hak asasi dan dalih demokrasi untuk mendukung LGBT.
2.      Tindakan  masyarakat dalam menyikapi LGBT di  Indonesia
Gerakan LGBT, begitu cepat menjadi gosip nasional berkat media sosial dan kondisi masyarakat kita yang tengah memasuki tahapan puber demokrasi, serta gagap menghadapi gelombang modal asing serta budaya yang menyertai.Sekarang ini masyarakat mudah sekali melontarkan hate speech lewat media sosial, yang hanya dalam hitungan menit bisa tersebar ke ratusan ribu followers. Orang mudah melakukan labelisasi yang berimplikasi pada terciptanya segregasi sosial.Ketika seseorang atau kelompok sudah diberi label sesat dan menyimpang, seakan mereka sah untuk dimusuhi atau diusir karena telah melawan agama dan Tuhan. Dan mereka yang memusuhi kelompok kecil yang menyimpang ini seakan sudah berada di jalan  kebajikan, padahal mereka hanya berhenti pada memusuhi,  tanpa berupaya melakukan dialog dan upaya menyelesaikan problem yang tengah dihadapi.
Sekarang ini banyak forum pelatihan parenting bagi pasangan orangtua dan suami-isteri yang disajikan oleh para ahli.Ini penting diikuti untuk menambah wawasan dan bertukar pengalaman dalam membesarkan anak-anak.Karena kesibukannya, banyak orangtua yang mengalami kesulitan dan kebingungan menghadapi anak-anaknya, karena oleh anaknya mereka sekedar dianggap orang tua yang menyediakan fasilitas materi, tetapi bukan teman curhat yang mengasyikkan dan terpercaya.Orangtua sekarang mesti belajar menjadi pendengar dan teman diskusi yang baik. Semakin tambah usia anak, semakin melebar pergaulannya, dan semakin sulit bagi orangtua untuk memahami dunia mereka. Kecuali orangtua yang juga menjadi teman berbagi rasa dan pikiran.
Adapun negara mesti memberi perlindungan pada warga negara yang oleh sebagian masyarakat  dianggap berperilaku menyimpang, atau mereka yang dianggap mengikuti ajaran sesat. Bagaimana pun, mereka adalah sesama manusia dan warga negara yang berhak mendapatkan perlindungan hukum dan rasa aman.Kalaupun LGBT dipandang sebagai kelainan, kita mesti bersimpati dan berempati bagaimana membantu menyembuhkan. Jika LGBT sebagai pilihan sadar dan gaya hidup karena berbagai alasan yang melatarbelakangi, maka masing-masing pihak yang pro dan kontra mesti duduk dan bicara baik-baik bagaimana menemukan formula solusi win-win.Sebagai warga negara kaum LGBT pantas untuk dilindungi dari tindakan kekerasan dan sesegera mungkin untuk disembuhkan dan direhabilitasi.
Terhadap isu LGBT ini, masing-masing pihak yang pro-kontra mesti memahami posisi dan argumen masing-masing.Andaikan pro LGBT tetap aktif agresif melakukan kampanye, mesti siap menghadapi respons balik dari yang kontra mengingat Indonesia bukanlah Barat.Tetapi yang pasti, tidak bijak kalau sampai terjadi pengusiran dan tindakan fisik terhadap LGBT sebagaimana yang menimpa kelompok minoritas yang dianggap sesat.
Bagi organisasi keagamaan, pasantren dan para juru dakwah, keberadaan kaum LGBT ini menjadi tanda tangan dakwah tersendiri.Bagaimana dakwah yang disampaikan tidak hanya berfungsi sebagai penyampai pesan kebenaran, tetapi juga bisa menjadi terapi jiwa yang sarat dengan muatan religi.Pendekatan baru dalam menyampaikan pesan Ilahi terhadap bahaya LGBT tidak ditangkap sebagai sebaran kebencian dan hujatan yang dibalut firman Tuhan.
Pada akhirnya, agar pro-kontra keberadaan LGBT di bumi Khatulistiwa ini bisa diakhiri, sudah saatnya pemerintah atas nama negara bersikap tegas. Yang perlu diingat bahwa seluruh bidang keahlian telah memberikan pernyataan terkait LGBT ini.Begitu pula berbagai disiplin ilmu dan teori telah digunakan untuk meneliti, mengkaji dan mengalisisnya.Semua umat beragama bahkan menyatakan perbuatan LGBT terlarang dan haram.Jangan membiarkan keresahan masyarakat menggumpal. Sebab, terlalu mahal ongkos yang ditanggung, jika LGBT dibiarkan berkembang biak di negeri yang beradab dan berketuhanan ini.
3.       Perkembangan LGBT dimancanegara.
Golongan LGBT ini menggeliat dan kian mendapat tempat baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. Tercatat sudah 14 negara di dunia yang melegalkan pernikahan sesama jenis. Pernikahan sesama jenis pertama kali dilegalkan di Belanda, pada 2001. Menyusul Kanada, Afrika Selatan, Belgia, dan Spanyol. Kemudian Argentina, Denmark, Islandia, Norwegia, Portugal, dan Swedia serta terakhir Perancis.
Mahkamah Agung Amerika Serikat melegalkan pernikahan sejenis di seluruh Negara Bagian, dengan demikian pernikahan sejenis dilindungi oleh undang-undang Negara. Keputusan ini merupakan langkah besar bagi komunitas LGBT di USA dimana mereka sudah lama sekali memperjuangkan legalitas pernikahan sejenis di seluruh Negara.
Di Negara Israel, Negara ini memang belum melegalisasi pernikahan sejenis karena lembaga-lembaga keagamaan di sana menentangnya. Tapi bila ada warga yang menikah sesama jenis di luar negeri, Negara akan mencatatkannya, untuk kepentingan administrasi kependudukan dan kepentingan anak bila dikemudian hari pasangan ini memiliki anak. Tahun 2009 melalui polling didapatkan bahwa 61% warga Israel menyatakan menyetujui pernikahan sejenis, 31% menentang, dan 8% abstain. Kita juga ketahui, Israel adalah satu-satunya negara di Timur Tengah yang memberi kebebasan bagi warganya merayakan LGBT pride.
Negara-negara yang menganggap LGBT sebagai kriminal tercatat baru 3 negara yaitu Russia, Ugandan, dan Macedonia. Sisanya, sebanyak 78 negara lebih termasuk negara negara berpenduduk Islam seperti, negara-negara Timur Tengah, Indonesia, Brunai dan Malaysia tidak mempunyai undang-undang anti LGBT sehinggga negara-negara tersebut bisa dianggap negara yang membolehkan LGBT, walaupun tidak melegalkan pernikahan sesama jenis.
Seiring dengan maraknya aktifitas kaum LGBT di negara-negara berpenduduk muslim seperti Arab Saudi, Lebanon, Syria, Malaysia bahkan Indonesia, mereka semakin memberanikan diri untuk menunjukan identitas. Masyarakat yang mayoritas penduduknya muslim pun digiring kepada opini yang menganngap bahwa perilaku tersebut adalah wajar dan harus dilindungi dari tekanan-tekanan pihak-pihak yang menolaknya.


BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Perkawinan bertujuan salah satunya melestarikan umat manusia. Sangat kontras bila dibandingkan kaum LGBT yang penyuka sesama jenis. Bila dilegalkan, LGBT akan berdampak pada timbulnya berbagai masalah. Mulai dari menurunnya angka kelahiran karena sudah pasti sesama jenis tak bisa menghasilkan keturunan, hingga masalah lain seperti yang sudah disinggung di atas (keresahan masyarakat yang merasa keamanan hidupnya terusik hingga retaknya keutuhan bangsa menjadi golongan pro dan kontra LGBT).
Dalam UU Perkawinan Indonesia juga memperhatikan dasar agama, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. Menjadi salah satu alasan memperkuat pandangan hukum Islam mengenai LGBT yang dilarang Allah SWT. Dapat disimpulkan bahwa tidak dibenarkan bila kaum LGBT menjadi legal di Indonesia, mengingat kembali Indonesia merupakan negara hukum dengan masyarakat yang menghargai tradisi dan agama masing-masing.
Tidakkah (apabila) golongan LGBT yang keberadaannya semakin terang-terangan di Indonesia akan membuat masyarakat normal merasa tak aman dan mengganggu kenyamanan? Sungguh, sangat salah jika menggunakan tameng HAM untuk melegalkan tindakan kelompok LGBT, apalagi sampai membawa kasus ini ke forum internasional melalui LSM yang mendapat dukungan dana besar dari negara Barat yang menginginkan Indonesia menganut pelegalan LGBT sebagaimana di berbagai Negara Barat.
Selain itu, dari persfektif agama pun LGBT merupakan sesuatu yang dilarang karena tidak sesuai dengan fitrah manusia. Allah melarang keras tindakan yang yang dikategorikan sebagai tindakan yang melampaui batas. Dalam AL-Quran pun dijelaskan bagaimana Allah begitu melaknat perilaku kaum Nabi Luth yang tetap bertahan dalam kekeliruan mereka hidup dengan perilaku menyimpang dan menyalahi kodrat hingga akhirnya Allah memusnahkan mereka semua dengan cara yang menyakitkan.
Sesungguhnya apabila Allah melarang suatu perbuatan, tidak ada suatu alasan pun di baliknya kecuali untuk kebaikan manusia itu sendiri.



[1] Wikipedia. LGBT. 17 Februari 2016, [online] (https://id.wikipedia.org/wiki/LGBT, diakses tanggal 19 Februari 2016, pukul 14.55 WIB)
[2] Jaelani, Ahmad. Pandangan Islam Terhadap LGBT. 13 Februari 2016, (http://hizbut-tahrir.or.id/2016/02/13/pandangan-islam-terhadap-lgbt/, diakses tanggal 19 Februari 2016, pukul 14.38 WIB)
[3] Yudhy, “LGBT Dalam Kacamata Islam”, (http://almasoem.sch.id/lgbt-dalam-kacamata-islam/, pada tanggal 20 Februari 2016 pukul 23.57WIB)
[4] Yudhy, “LGBT Dalam Kacamata Islam”, (http://almasoem.sch.id/lgbt-dalam-kacamata-islam/, pada tanggal 20 Februari 2016 pukul 23.57WIB)
[5] Wikipedia. LGBT dalam Islam. 10 Ogos 2015,  (https://ms.wikipedia.org/wiki/LGBT_dalam_Islam, diakses tanggal 19 ebruari 2016, pukul 15.07 WIB)
[6] Jaelani, Ahmad. Pandangan Islam Terhadap LGBT. 13 Februari 2016, (http://hizbut-tahrir.or.id/2016/02/13/pandangan-islam-terhadap-lgbt/, diakses tanggal 19 Februari 2016, pukul 15.11 WIB)
[7] Jaelani, Ahmad. Pandangan Islam Terhadap LGBT. 13 Februari 2016, (http://hizbut-tahrir.or.id/2016/02/13/pandangan-islam-terhadap-lgbt/, diakses tanggal 19 Februari 2016, pukul 15.15 WIB)

[8] Yudhy, “LGBT Dalam Kacamata Islam”, (http://almasoem.sch.id/lgbt-dalam-kacamata-islam/, pada tanggal 20 Februari 2016 pukul 23.57WIB)
[9] Sylviani Abdul Hamid, Sh.I., Mh. Lgbt Dalam Perspektif Hukum Positif. https://www.islampos.com/lgbt-dalam-perspektif-hukum-positif-25331  diakses tanggal 13 Februari 2016 pukul 06:31.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MUSIM YANG BERCERITA

“Kita harus siap dengan kemungkinan apapun, bahkan kemungkinan terburuk sekalipun”. Kehidupan ini tidak selalu berbicara tentang...